Selasa, 22 Mei 2018

PERISTIWA RESISTENSI DAN RESURJENSI HAMA


PERISTIWA
RESISTENSI DAN RESURJENSI HAMA PADA TANAMAN








OLEH:
I GEDE KRISNA WARDANA
NIM. 1606541102







PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI
F A K U L T A S P E R T A N I A N
UNIVERSITAS UDAYANA
2017




Resistensi hama ialah kemampuan suatu populasi hama yang terseleksi untuk tahan ( tidak mati ) terhadap perlakuan suatu pestisida pada dosis lebih tinggi dari yang biasanya diperlakukan pada suatu populasi hama yang rentan (susceptible), dimana kemampuan ini akan di turunkan pada generasi selanjutnya. Timbulnya ketahanan hama terhadap pemberian pestisida yang terus menerus, merupakan fenomena dan konsekuensi ekologis yang umum dan logis ( Ridwan. J. 2006). Munculnya resistensi adalah sebagai reaksi evolusi menghadapi suatu tekanan (strees). Karena hama terus menerus mendapat tekanan oleh pestisida, maka melalui proses seleksi alami, spesies hama mampu membentuk strain baru yang lebih tahan terhadap pestisida tertentu yang digunakan petani. Pada tahun 1947, dua tahun setelah penggunaan  pestisida DDT, diketahui muncul strain serangga yang resisten terhadap DDT. Dari penelaahan sifat-sifat hama, hampir setiap individu memiliki potensi untuk menjadi tahan terhadap pestisida. Hanya saja, waktu dan besarnya ketahanan tersebut bervariasi, dipengaruhi oleh jenis hama, jenis pestisida yang diberikan, intensitas pemberian pestisida dan faktor-faktor lingkungan lainnya. Oleh karena sifat resistensi dikendalikan oleh faktor genetis, maka fenomena resistensi adalah permanent, dan tidak dapat kembali lagi. Resistensi hama berkembang setelah adanya proses seleksi yang berlangsung selama banyak generasi. Karena pengguna pestisida sering menganggap bahwa individu-individu hama yang tetap hidup belum menerima dosis letal, petani mengambil tindakan dengan meningkatkan dosis pestisida dan frekuensi aplikasi. Tindakan ini yang mengakibatkan semakin menghilangnya proporsi individu yang peka. Tindakan ini meningkatkan proporsi individu-individu yang tahan dan tetap hidup. Dari generasi ke generasi proporsi individu resisten dalam suatu populasi akan semakin meningkat dan akhirnya populasi tersebut akan didominansi oleh individu yang resisten.
Faktor-faktor yang menyebabkan berkembangnya resistensi meliputi faktor genetik, biologi dan operasional (Georgiou, 1983). Faktor genetik antara lain meliputi frekuensi, jumlah dan dominansi alel resisten. Faktor biologi-ekologi meliputi perilaku hama, jumlah generasi per tahun, keperidian, mobilitas dan migrasi. Faktor operasional meliputi jenis dan sifat pestisida yang digunakan, jenis-jenis pestisida yang digunakan sebelumnya, persistensi, jumlah aplikasi dan stadium sasaran, dosis, frekuensi dan cara aplikasi, bentuk formulasi ,dan yang lain. Faktor genetik dan biologi-ekologi lebih sulit dikelola dibandingkan faktor operasional. Faktor genetik dan biologi merupakan sifat asli hama sehingga di luar pengendalian kita. Dengan mempelajari sifat-sifat tersebut dapat dihitung risiko munculnya populasi resisten suatu jenis hama.
Mekanisme timbulnya resistensi hama dapat dijelaskan sebagai berikut. Apabila suatu populasi hama yang terdiri dari banyak individu, dikenakan pada suatu tekanan lingkungan, misalnya penyemprotan bahan kimia beracun, maka sebagian besar individu populasi tersebut akan mati terbunuh. Tetapi dari sekian banyak individu, ada satu atau beberapa individu yang mampu bertahan  hidup. Tidak terbunuhnya individu yang bertahan tersebut,  mungkin disebabkan  terhindar dari efek racun pestisida,  atau sebahagian karena sifat genetik yang dimilikinya. Ketahanan secara genetik ini, mungkin disebabkan kemampuan memproduksi enzim detoksifikasi yang mampu menetralkan daya racun pestisida. Keturunan individu tahan ini, akan menghasilkan populasi yang juga tahan secara genetis.  Oleh karena itu, pada generasi berikutnya anggota populasi akan terdiri dari lebih banyak individu yang tahan terhadap pestisida. Sehingga muncul populasi hama yang benar-benar resisten. (Untung, K. 1993).
Resurgensi hama adalah terjadinya peristiwa peningkatan populasi hama sasaran yang sangat mencolok, lebih tinggi daripada tingkat populasi sebelumnya, sehingga jauh melampaui ambang ekonomi segera setelah dilakukan aplikasi suatu pestisida tertentu (Untung, K. 1984).
Peristiwa resurgensi hama terjadi apabila setelah diperlakukan aplikasi pestisida, populasi hama  menurun dengan cepat dan secara tiba-tiba justru meningkat lebih tinggi dari jenjang populasi sebelumnya. Resurgensi sangat mengurangi efektivitas dan efesiensi pengendalian dengan pestisida karena kegiatan pengendalian tidak mampu menurunkan populasi hama tetapi malahan meningkatkan populasi.
Di Indonesia, beberapa jenis-jenis hama yang diketahui resisten terhadap pestisida antara lain hama Kubis (Plutella xylostella), hama Kubis (Crocidolomia pavonana), hama penggerek umbi Kentang (Phthorimaea operculella), dan Ulat Grayak (Spodoptera litura). Demikian juga hama hama-hama tanaman padi seperti wereng coklat (Nilaparvata lugens), hama walang sangit (Nephotettix inticeps) dan ulat penggerek batang (Chilo suppressalis). dilaporkan  mengalami peningkatan ketahanan terhadap pestisida. Dengan semakin tahannya hama terhadap pestisida, petani terdorong untuk semakin sering melakukan penyemprotan dan sekaligus melipat gandakan tinggkat dosis. Penggunaan pestisida yang berlebihan ini dapat menstimulasi peningkatan populasi hama (resurgensi) (Oka, Ida Nyoman. 1995).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar