BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Di
era transformasi genetik sekarang ini, peran Agrobacteriumtumefaciens
(Agrobacterium) sangat besar dalam
menghasilkan tanaman yang dimodifikasi untuk mendapatkan sifat yang diinginkan.
Peran Agrobacterium dalam hal ini ialah sebagai kendaraan pembawa gen (DNA)
yang diinginkan. A. tumefaciens merupakan bakteri aerob obligat gram negatif
yang hidup alami di tanah. Bakteri ini
banyak menyebabkan penyakit crown gall
(tumor) pada tanaman dikotil.
Kemampuannya dalam menyebabkan
penyakit ini berhubungan dengan gen penginduksi tumor yang ada pada plasmid
(Ti) yang dijumpai dalam bakteri tersebut. Dalam sel tumor yang terbentuk
terkandung enzimenzim yang tidak tampak pada tanaman normal, karena enzim
tersebut hanya dihasilkan oleh sel Agrobacterium. Enzim-enzim tersebut
menghasilkan suatu senyawa gula spesifik yang dinamakan opin. Senyawa opin ini
merupakan makanan bagi Agrobacterium itu sendiri.
Aspek
molekuler yang mendasari transformasi genetik oleh Agrobacterium ialah proses transfer DNA dari Agrobacterium
ke dalam genom sel tanaman. Di dalam sel
Agrobacterium terdapat tiga komponen utama yang berperan dalam transfer DNA ke
dalam sel tanaman (Sheng dan Citovsky, 1996).
Komponen pertama ialah suatu fragmen DNA yang dikenal sebagai T-DNA,
yaitu fragmen yang ditransfer ke dalam sel tanaman. T-DNA terdapat dalam plasmid Ti yang
berukuran 200 kb (kilo basa). Daerah
T-DNA diapit oleh sekuen DNA berulang yang berukuran 25 pb (pasang basa) pada
sisi kanan dan kiri. Komponen kedua
ialah daerah virulence (vir) yang berukuran 35-40 pb dan berada dalam plasmid
Ti. Letak gen vir bersebelahan dengan batas kiri T DNA.
Gen-gen
vir ini terbagi atas 7 yaitu A, B, C, D, E, G dan H. Gengen vir mensintesis protein virulensi yang
berperan menginduksi terjadinya transfer dan integrasi TDNA ke dalam
tanaman. Empat gen-gen vir yang paling
penting mensintesis protein virulensi ini ialah vir A, B, D dan G. Jika ada sesuatu yang menginduksinya, gen vir
A dan G akan terekspresi dan mengaktifkan serangkaian gen-gen vir lainnya. Senyawa
kimia yang diketahui sebagai penginduksi gen vir antara lain monosiklik fenolik
acetosyringone. Senyawa induser tersebut
dihasilkan tanaman ketika tanaman dikotil luka dan mengeluarkan getah. Ekspresi
gen vir juga sangat dipengaruhi oleh senyawa induser dan kondisi pH dimana pH
optimum untuk ekspresinya berkisar antara 5-5,8 (Hiei dkk, 1997). Komponen
ketiga adalah gen chromosomal virulence (chv) yang terdiri atas chvA, chvB,
pscA dan att. Gen-gen tersebut terletak
di dalam kromosom Agrobacterium dan mempuyai fungsi untuk pelekatan bakteri
pada sel tanaman dengan membentuk senyawa protein β-1,2-glukan. Berdasarkan
sifat alamiah tersebut maka pada dua dasawarsa terakhir Agrobacterium dijadikan
kendaraan pembawa gen target tertentu dengan cara menyisipkan gen target pada
daerah T-DNA.
1.2
Rumusan Masalah
1. Apakah Agrobacterium
bisa dimanipulasi untuk tujuan rekayasa genetika ?
2. Apakah Agrobcterium
bisa dimanfaatkan untuk transformasi genetik tanaman ?
3. Apakah Agrobacterium
dapat dimanfaatkan untuk transformasi genetik jamur ?
4.
Apakah ada gen penanda dan mutagenesis insersi acak pada transformasi jamur ?
1.3
Tujuan
1.Untuk
mengetahui Agrobacterium bisa dimanipulasi dengan tujuan rekayasa genetika.
2.Untuk
mengetahui Agrobcterium bisa dimanfaatkan sebagai transformasi genetik tanaman.
3.Untuk
mengetahui Agrobacterium dapat dimanfaatkan sebagai transformasi genetik jamur.
4.Untuk
mengetahui gen penanda dan mutagenesis insersi acak pada transformasi jamur.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1
Manipulasi Agrobacterium untuk Tujuan Rekayasa Genetika
Masalah
utama penyisipan DNA ke dalam plasmid Ti adalah ukuran plasmid Ti yang besar
(200 kb) dan daerah T-DNA pada umumnya tidak memiliki sisi unik untuk
pemotongan DNA. Besarnya ukuran ini menyulitkan dalam manipulasi dan menentukan
tempat pemotongan yang spesifik pada plasmid Ti. Selanjutnya para peneliti
mengembangkan strategi untuk menyisipkan DNA target ke dalam T-DNA. Strategi untuk memasukkan gen target ke dalam
T-DNA dapat dilakukan dengan dua pendekatan.
Pertama dengan cara tidak
langsung memasukkan gen dengan posisi cis (bersebelahan) dengan gen virulen
dalam plasmid yang sama dan dikenal dengan vektor ko-integrasi. Pendekatan kedua dengan melakukan kloning gen
ke dalam daerah T-DNA di dalam plasmid yang berbeda yang dikenal dengan sistem
vektor ganda (Cramer dan Radin, 1990; Gelvin,
2003).
Syarat
vektor ko-integrasi ialah mempunyai tempat yang tepat untuk menyisipkan fragmen
DNA, memiliki gen penyeleksi antibiotik yang aktif pada Escheria coli (E. coli)
maupun Agrobacterium, memiliki gen penanda untuk tanaman dan mempuyai ORI
(origin of replication) yang berfungsi di sel E. coli tetapi tidak aktif di
Agrobacterium (Walkerpeach dan Velten, 1994). Sedangkan pada vektor ganda
membutuhkan dua plasmid di dalam Agrobacterium.
Plasmid pertama sebagai vektor yang mengandung fragmen DNA, dan plasmid
kedua sebagai penolong Ti yang menyediakan gen vir untuk fasilitator transfer gen
ke dalam sel tanaman. Kedua plasmid ini
dapat bereplikasi dalam sel Agrobacterium.
Perkembangan terakhir menunjukkan bahwa vektor ganda lebih banyak digunakan untuk kegiatan transformasi
genetik baik pada tanaman dikotil maupun monokotil. Dengan menggunakan vektor ganda penyisipan
gen menjadi lebih mudah, karena vektor yang mengandung batas T-DNA berukuran
jauh lebih kecil dari plasmid Ti yang sesungguhnya. Ukuran plasmid yang kecil memungkinkan adanya
sisi enzim restriksi unik dan penyisipan gen yang lebih besar.
2.2
Pemanfaatan Agrobacterium untuk Transformasi Genetik Tanaman
Lebih
dari dua dekade teknik transformasi genetik
untuk mendapatkan tanaman dengan
sifat agronomis tertentu berhasil dilakukan.
Dengan teknik ini pemindahan gen dari organisme yang sama atau organime
yang berbeda dapat dilakukan.
Tanaman
hasil transformasi genetik ini dinamakan tanaman transgenik. Potongan gen (DNA) asing yang ditransformasi
akan menyatu ke dalam genom tanaman.
Melalui transformasi genetika ini telah dihasilkan tanaman transgenik
dengan sifat baru seperti ketahanan terhadap hama, penyakit, herbisida, maupun
peningkatan kualitas hasil, dan perbaikan kandungan nutrisi. Keberhasilan transformasi genetik didukung
pula dengan ditemukannya enzim restriksi yang mampu memotong molekul DNA pada tempat
spesifik, dan enzim ligase yang mampu menyatukan fragmen–fragmen DNA kembali
sehingga dimungkinkan mengembangkan rekombinasi DNA.
Transformasi
genetik dengan menggunakan Agrobacterium merupakan sistem transformasi genetik
tidak langsung. Transformasi dengan Agrobacterium memiliki beberapa keuntungan
antara lain bersifat dapat diulang (reproducible), relatif lebih murah,
memberikan pola integrasi yang tegas,
jumlah salinan dalam genom sedikit (1-3 salinan). Pada awalnya teknik transformasi dengan Agrobacterium
hanya berhasil pada tanaman dikotil karena tanaman ini menghasilkan senyawa
induser untuk menginduksi gen vir ketika tanaman luka dan mengeluarkan
getah. Tanaman tembakau dan solanaceae
adalah contoh pertama tanaman dikotil yang berhasil ditransformasi. Perkembangannya kemudian, transformasi dengan
Agrobacterium juga dapat diaplikasikan pada tanaman monokotil dengan melakukan
beberapa penyesuaian kondisi seperti penambahan senyawa induser dan pH saat ko-kultivasi
(Hiei dkk, 1994). Hiei dkk (1994) telah berhasil membuktikan
bahwa tanaman padi jenis japonica berhasil ditransformasi menggunakan
Agrobacterium dengan material tanaman berupa sel kalus embriogenik.
Dalam
penelitiannya Hiei dkk menambahkan senyawa asetosiringone pada media dan menggunakan
media dengan pH 5,2 saat ko-kultivasi.
Hingga saat ini studi transformasi genetik dengan Agrobacterium terhadap tanaman pangan seperti padi terutama
jenis indica (yang banyak dibudidayakan dan dikonsumsi) terus dilakukan.
Dengan
berbagai optimasi kondisi transformasi maka baru-baru ini Hiei dan Komari
(2006) telah berhasil meningkatkan efisiensi transformasi dengan
Agrobacterium hingga 30% per embrio
belum masak (immature) yang digunakan pada sepuluh kultivar padi indica. Beberapa jenis tanaman pangan dan non pangan
hasil transformasi dengan Agrobacterium di Amerika yang dilaporkan ialah
kedelai, kapas, jagung, bit, alfalfa, gandum, canola, creeping bentgrass (untuk
pakan).
Selain
menyisipkan gen target untuk perubahan sifat tanaman tertentu yang dikehandaki,
transformasi genetik dengan Agrobacterium
pada tanaman juga bermanfaat untuk membuat populasi tanaman mutan. Dengan
menggunakan Agrobacterium memungkinkan diperoleh mutan dalam jumlah banyak
dalam suatu periode yang relatif singkat. Pembuatan mutan dilakukan dengan
menggunakan elemen loncat (transposon) misalnya transposon Ac/Ds. Transposon Ds akan berpindah posisi dalam
genom pada tempat berbeda dan tersisip pada gen-gen fungsional. Sedangkan
elemen Ac menyandikan suatu enzim yang mengaktifkan elemen Ds untuk
bertransposisi. Adanya penyisipan Ds ini memungkinan fenotipe tanaman menjadi
beragam. Keragaman mutan ini dapat
dijadikan sebagai sumber plasma nutfah baru untuk selanjutnyan dapat dilakukan
isolasi gennya.
2.3
Pemanfaatan Agrobacterium pada Transformasi
Genetik Jamur
Selama
ini diketahui bahwa transformasi dengan mediasi Agrobacterium (AMT,
agrobacterium-mediated transformation) merupakan sistem transformasi yang hanya
dikenal untuk transformasi tanaman, baik dikotil maupun monokotil. Akan tetapi
dalam beberapa tahun terakhir telah dilaporkan bahwa sistem transformasi dengan
mediasi Agrobacterium ternyata juga dapat digunakan untuk tarnsformasi
organisme selain tanaman, seperti jamur termasuk jenis kapang atau ragi. Teknik
AMT telah dikembangkan sebagai teknik transformasi jamur yang sangat efisien,
baik untuk insersi gen secara acak maupun terarah. Teknik ini telah menjadi
pilihan untuk transformasi jamur (Weld dkk., 2006). Teknik AMT telah diketahui
mampu menghasilkan frekuensi transformasi yang lebih tinggi secara nyata dan
menghasilkan transforman yang lebih stabil dibandingkan teknik biolistik
(penembakan DNA) yang umumnya digunakan pada transformasi jamur.
Pada
kondisi yang tepat, Agrobacterium mampu melakukan transfer DNA (T-DNA) kepada
berbagai jenis jamur. Beberapa jamur yang diketahui sangat sulit dilakukan
transformasi menggunakan sistem transformasi lain ternyata berhasil
ditransformasi dengan teknik ko-kultivasi dengan Agrobacterium (Weld dkk.,
2006). Teknik AMT merupakan sistem transformasi yang relatif sederhana. Teknik
ini tidak memerlukan pembuatan protoplas dan dapat digunakan untuk tujuan ‘penggantian-gen’ dengan cara
rekombinasi homologus, maupun mutagenesis insersi melalui integrasi secara
acak. Beberapa contoh jenis jamur yang berhasil di transformasi dengan bantuan
Agrobacterium ialah Saccharomyces cerevisiae, Penicillium chrysogenum, Agaricus
bisporus (Schrammeijer dkk,. 2003; Bundock dan Hooykaas, 1996; Chen X dkk.,
2000; Sun dkk., 2002).
2.4
Gen Penanda dan Mutagenesis Insersi Acak pada Transformasi Jamur
Beberapa
jenis gen penanda diketahui dapat digunakan sebagai gen penanda pada
jamur. Gen hph atau gen resistensi
hygromycin B adalah yang paling umum digunakan untuk seleksi transforman jamur
karena efektivitasnya pada sebagian besar jenis jamur. Gen penanda lainnya
adalah gen resistensi terhadap phleomycin, sulfonylurea,
nourseothricin,
bialaphos, carboxin, blasticid S dan benomyl. Selain itu sebagai alternatif
terhadap gen resistensi senyawa tersebut adalah dengan menggunakan gen penanda
auxotrophic seperti pyrG (homolog gene ura3 dari S. cerevisiae). Mutan yang
kehilangan pyrG bersifat auxotrofik urasil, sehingga vektor yang mengandung
pyrG akan memungkinkan seleksi transforman pada medium yang defisien urasil.
Selain itu mutan yang defisien pyrG akan bersifat resisten terhadap
5fluoro-orotic acid (5FOA) yang
bersifat
toksik pada prototroph. Dengan cara seleksi negatif/positif terhadap gen pyrG
memungkinkan untuk melakukan transformasi sekuensial menggunakan Blaster
cassettes (Weld dkk., 2006). Dengan memasukkan DNA ke dalam genom, baik melalui
transformasi maupun melalui pergerakan DNA secara in vivo melalui transposon,
akan dihasilkan suatu seri mutan dengan mutasi secara acak. Mutasi tersebut
dapat diberi tanda (tagged). Dengan teknik ini dimungkinkan untuk merusak suatu
gen, menandai promotor atau enhancer, atau untuk meningkatkan regulasi suatu
gen.
Isolat
transforman diisolasi dan dianalisis perubahan fenotip yang menjadi target.
Dengan asumsi bahwa perubahan fenotip terjadi perusakan gen oleh T-DNA, fragmen
DNA di sekitar T-DNA tersebut diambil dengan teknik PCR seperti inversePCR dan
TAIL-PCR atau dengan teknik plasmid rescue. Bila terjadi integrasi berurutan
pada beberapa tempat, maka teknik semi-random PCR dapat digunakan untuk memperoleh DNA genomik
di sekitar T-DNA tersebut. Idealnya sistem penanda gen harus memiliki frekuensi
transformasi yang tinggi, integrasi secara acak satu salinan gen pada satu
lokus tanpa terjadi perubahan atau delesi baik pada TDNA maupun DNA genom.
Dengan demikian penggunaan T-DNA dalam mutagenesis insersi acak dapat digunakan
dengan baik.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Plasmid pertama sebagai
vektor yang mengandung fragmen DNA, dan plasmid kedua sebagai penolong Ti yang
menyediakan gen vir untuk fasilitator transfer gen ke dalam sel tanaman. Kedua plasmid ini dapat bereplikasi dalam sel
Agrobacterium. Perkembangan terakhir
menunjukkan bahwa vektor ganda lebih
banyak digunakan untuk kegiatan transformasi genetik baik pada tanaman
dikotil maupun monokotil. Dengan
menggunakan vektor ganda penyisipan gen menjadi lebih mudah, karena vektor yang
mengandung batas T-DNA berukuran jauh lebih kecil dari plasmid Ti yang
sesungguhnya. Ukuran plasmid yang kecil
memungkinkan adanya sisi enzim restriksi unik dan penyisipan gen yang lebih
besar.
Transformasi
genetik dengan menggunakan Agrobacterium merupakan sistem transformasi genetik
tidak langsung. Transformasi dengan Agrobacterium memiliki beberapa keuntungan
antara lain bersifat dapat diulang (reproducible), relatif lebih murah,
memberikan pola integrasi yang tegas,
jumlah salinan dalam genom sedikit (1-3 salinan). Pada awalnya teknik transformasi dengan
Agrobacterium hanya berhasil pada tanaman dikotil karena tanaman ini
menghasilkan senyawa induser untuk menginduksi gen vir ketika tanaman luka dan
mengeluarkan getah. Tanaman tembakau dan
solanaceae adalah contoh pertama tanaman dikotil yang berhasil
ditransformasi.
Pada
kondisi yang tepat, Agrobacterium mampu melakukan transfer DNA (T-DNA) kepada
berbagai jenis jamur. Beberapa jamur yang diketahui sangat sulit dilakukan
transformasi menggunakan sistem transformasi lain ternyata berhasil
ditransformasi dengan teknik ko-kultivasi dengan Agrobacterium (Weld dkk.,
2006). Teknik AMT merupakan sistem transformasi yang relatif sederhana. Teknik
ini tidak memerlukan pembuatan protoplas dan dapat digunakan untuk tujuan ‘penggantian-gen’ dengan cara
rekombinasi homologus, maupun mutagenesis insersi melalui integrasi secara
acak. Beberapa contoh jenis jamur yang berhasil di transformasi dengan bantuan
Agrobacterium ialah Saccharomyces cerevisiae, Penicillium chrysogenum, Agaricus
bisporus (Schrammeijer dkk,. 2003; Bundock dan Hooykaas, 1996; Chen X dkk.,
2000; Sun dkk., 2002).
3.2
Saran
Bahwa
Agrobacterium dapat dimanfaatkan sebagai bahan untuk mentransformasi genetik
tanaman dan jamur. Transformasi genetik dengan menggunakan Agrobacterium
merupakan sistem transformasi genetik tidak langsung. Transformasi dengan
Agrobacterium memiliki beberapa keuntungan antara lain bersifat dapat diulang (reproducible),
relatif lebih murah, memberikan pola integrasi yang tegas, jumlah salinan dalam genom sedikit (1-3
salinan). Beberapa jamur yang diketahui sangat sulit dilakukan transformasi
menggunakan sistem transformasi lain ternyata berhasil ditransformasi dengan
teknik ko-kultivasi dengan Agrobacterium (Weld dkk., 2006). Teknik AMT
merupakan sistem transformasi yang relatif sederhana.
DAFTAR
PUSTAKA
Walkerpeach CR, J Velten. 1994.
Agrobacterium mediated gene transfer to plant cells: co integrated and
binary vektor sytem. Plant Mol. Biol. 1-19
Bundock P, PJJ Hooykaas.
1996. Integration of
Agrobacterium tumefaciens T-DNA in the Saccharomyces cerevisiae genome by
illegitimate recombination. Proc. Natl.
Acad. Sci. USA. 93: 1527215275.
Chen
X, Stone M, Schlagnhaufer C, Romaine CP. 2000.
A fruiting bodyn tissue method for efficient Agrobacterium Mediated transformation of
Agaricus bisporus. Applied and Environmental Microbiol. 66(10):4510-4513.
Cramer CL, DN Radin.
1990. Molecular biology of plant in
Biotechnology of plant microbes interaction.
Nakas JP, C Hagedorn (eds).Mc Graw publishing Comp. New York. Pp 1-49.
Gelvin SB. 2003.
Agrobacterium mediated plant transformation:
the Biology behind the “Gene-Jockeying” Tool. Microbiol. Mol. Bio.
Rev. 67(1): 16-37
Hiei Y, S Otha, T
Komari,T Kumashiro. 1994. Efficient transformation of rice (Oryza
sativa L) mediated by Agrobacterium and sequence
analysis of the boundaries of the T-DNA.
Tha Plant J. 6(0): 001-011
Sheng J, V Citovsky. 1996. Agrobacterium-plant cell DNA transport: have
virulence proteins, will travel. The
Plant Cell. 8:1699-171
Su CB, Kong Q, Xu W.
2002. Efficient transformation
chrysogenum mediated by Agrobacterium tumefaciens LBA4404 for cloning of
vitreoscillia hemoglobin gen. EJB
electronic J. Biotechnol. 5(1): 2-7.
Walkerpeach CR, J Velten. 1994.
Agrobacterium mediated gene transfer to plant cells: co integrated and
binary vektor sytem. Plant Mol. Biol. 1-19
Weld
RJ, KM Plummer, MA Carpenter, HJ Ridgway.
2006. Approaches to functional
genomics in filamentous fungi. Cell Res. 16: 31-44
Tidak ada komentar:
Posting Komentar