BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Jahe merupakan salah satu tanaman
yang memiiki banyak sekali manfaat dan fungsi dalam kehidupan masyarakat
Indonesia. Telah lama di negara Indonesia mengenal tanaman jahe. Dari zaman
sebelum masa penjajahan, Indonesia adalah salah satu negara pengahasil
rempah-rempah yang sangat baik kwalitasnya di dunia,salah satu rempah rempah
tersebut adalah jahe. Tanaman jahe sangat baik tumbuh dan berkembang d
Indonesia. Karena tanah dan iklim yang cocok, curah hujan yang cukup dapat
menunjang pertumbuhan jahe dengan baik.
Tanaman jahe paling cocok ditanam
pada tanah yang subur, gembur dan banyak mengandung humus. Tekstur tanah yang
baik adalah lempung berpasir, liat berpasir. Tanah di Indonesia memiliki
tesktur tanah yang gembur dan memiliki kandungan humus yang besar, karena di
Indonesia banyak memiliki gunung berapi yang limpahan dan luberan dari gunung
merapi mengandung banyak humus. Jahe tumbuh baik di daerah tropis
dan subtropis dengan ketinggian 0- 2.000 m dpl Di Indonesia pada umumnya
ditanam pada ketinggian 200 – 600 m dpl. Rata-rata lahan pertanian di Indonesia
sekitar 10-2000 m dpl,jadi sangat cocok dalam budidaya tanaman jahe.
Selanjutnya jika kita
ingin membudidayakan lengkuas, juga tidak terlalu sulit. Pada dasarnya lengkuas
menyukai tanah yang gembur, sedikit lembab tetapi tidak tergenang air. Agar
pertumbuhannya bagus, sebaiknya tidak terkena sinar matahari langsung, itu akan
membuatnya lebih sehat dan produktif. Untuk pembibitan, bisa menggunakan
bijinya yang disemai, namun pada umumnya orang lebih senang menggunakan rimpang
lengkuas sarana perbanyakan.
Kemudian tanaman Kencur (Kaempferia galangal
L) sudah sejak lama dikenal dan ditanam di Indonesia. Tanaman ini diperkirakan
berasal dari daerah Asia Tropika. Sebagian kalangan menduga bahwa asal usul
kencur adalah kawasan Indo-Malaysia. Tetapi sumber literatur lainnya memastikan
bahwa asal tanaman kencur adalah dari India.
Lalu daerah
penyebaran kencur meluas ke kawasan Asia Tenggara dan Cina.Dalam perkembangan
selanjutnya, diketahui bahwa keluarga Zingiberaceae ini meliputi 47
genera dan 1.400 spesies yang tersebar luas di daerah tropik dan subtropik.
Diantara sejumlah genera dan spesies tersebut, terdapat 13-17 jenis temu-temuan
yang dipakai dalam obat tradisional.
Serta
temulawak merupakan tanaman obat berupa tumbuhan rumpun berbatang semu. Di
daerah Jawa Barat temulawak disebut sebagai koneng gede sedangkan di Madura
disebut sebagai temu lobak. Kawasan Indo-Malaysia merupakan tempat dari mana
temulawak ini menyebar ke seluruh dunia. Saat ini tanaman ini selain di Asia
Tenggara dapat ditemui pula di Cina, IndoCina, Bardabos, India, Jepang, Korea,
di Amerika Serikat dan Beberapa Negara Eropa.
Dan
tanaman kunyit tumbuh bercabang dengan tinggi 40-100 cm. Batang merupakan
batang semu, tegak, bulat, membentuk rimpang dengan warna hijau kekuningan dan
tersusun dari pelepah daun (agak lunak). Daun tunggal, bentuk bulat telur
(lanset) memanjang hingga 10-40 cm, lebar 8-12,5 cm dan pertulangan menyirip
dengan warna hijau pucat. Berbunga majemuk yang berambut dan bersisik dari
pucuk batang semu, panjang 10-15 cm dengan mahkota sekitar 3 cm dan lebar 1,5
cm, berwarna putih/kekuningan. Ujung dan pangkal daun runcing, tepi daun yang
rata. Kulit luar rimpang berwarna jingga kecoklatan, daging buah merah jingga
kekuning-kuningan.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa saja macam-macam tanaman biofarmata ?
2. Apa saja teknologi budidaya tanaman jahe, kunyit, kencur, kunyit, dan
temulawak ?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui apa saja macam-macam tanaman biofarmata
2.
Untuk mengetahui apa saja teknologi budidaya tanaman jahe, kencur, kunyit dan
temulawak
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1 Sejarah Singkat
Jahe merupakan
tanaman obat berupa tumbuhan rumpun berbatang semu. Jahe berasal dari Asia
Pasifik yang tersebar dari India sampai Cina. Oleh karena itu kedua bangsa ini
disebut-sebut sebagai bangsa yang pertama kali memanfaatkan jahe terutama
sebagai bahan minuman, bumbu masak dan obat-obatan tradisional. Jahe termasuk
dalam suku temu-temuan (Zingiberaceae), se-famili dengan temu-temuan lainnya
seperti temu lawak (Cucuma xanthorrizha), temu hitam (Curcuma aeruginosa),
kunyit (Curcuma domestica), kencur (Kaempferia galanga), lengkuas (Languas
galanga) dan lain-lain. Nama daerah jahe antara lain halia (Aceh), beeuing
(Gayo), bahing (Batak Karo), sipodeh (Minangkabau), jahi (Lampung), jahe
(Sunda), jae (Jawa dan Bali), jhai (Madura), melito (Gorontalo), geraka
(Ternate), dsb (Santoso,Hieronimus Budi .1998).
2.2 Uraian Tanaman
2.2.1 Klasifikasi
Divisi : Spermatophyta
Sub-divisi : Angiospermae
Kelas : Monocotyledoneae
Ordo :
Zingiberales
Famili :
Zingiberaceae
Genus : Zingiber
Species : Zingiber
officinale
2.2.2 Sentra Penanaman
Terdapat di seluruh Indonesia, ditanam di
kebun dan di pekarangan. Pada saat ini jahe telah banyak dibudidayakan di
Australia, Srilangka, Cina, Mesir, Yunani, India, Indonesia, Jamaika, Jepang,
Meksiko, Nigeria, Pakistan. Jahe dari Jamaika mempunyai kualitas
BAB
III
PEMBAHASAN
3.1 Macam-macam Teknologi Budidaya Tanaman
Biofarmata
3.1.1 Teknologi Budidaya Tanaman Jahe
Tanaman jahe paling cocok ditanam pada tanah yang
subur, gembur dan banyak mengandung humus. Tekstur tanah yang baik adalah
lempung berpasir, liat berpasir. Tanah di Indonesia memiliki tesktur tanah yang
gembur dan memiliki kandungan humus yang besar, karena di Indonesia banyak
memiliki gunung berapi yang limpahan dan luberan dari gunung merapi mengandung
banyak humus. Jahe tumbuh baik di daerah tropis dan subtropis
dengan ketinggian 0- 2.000 m dpl Di Indonesia pada umumnya ditanam pada
ketinggian 200 – 600 m dpl. Rata-rata lahan pertanian di Indonesia sekitar
10-2000 m dpl,jadi sangat cocok dalam budidaya tanaman jahe (Sumarno,M.
1991).
Terna berbatang semu,
tinggi 30 cm sampai 1 m, rimpang bila dipotong berwarna kuning atau jingga.
Daun sempit, panjang 15 – 23 mm, lebar 8 – 15 mm ; tangkai daun berbulu,
panjang 2 – 4 mm ; bentuk lidah daun memanjang, panjang 7,5 – 10 mm, dan tidak
berbulu; seludang agak berbulu. Perbungaan berupa malai tersembul dipermukaan
tanah, berbentuk tongkat atau bundar telur yang sempit, 2,75 – 3 kali lebarnya,
sangat tajam ; panjang malai 3,5 – 5 cm, lebar 1,5 – 1,75 cm ; gagang bunga
hampir tidak berbulu, panjang 25 cm, rahis berbulu jarang ; sisik pada gagang
terdapat 5 – 7 buah, berbentuk lanset, letaknya berdekatan atau rapat, hampir
tidak berbulu, panjang sisik 3 – 5 cm; daun pelindung berbentuk bundar telur
terbalik, bundar pada ujungnya, tidak berbulu, berwarna hijau cerah, panjang
2,5 cm, lebar 1 – 1,75 cm ; mahkota bunga berbentuk tabung 2 – 2,5 cm, helainya
agak sempit, berbentuk tajam, berwarna kuning kehijauan, panjang 1,5 – 2,5 mm,
lebar 3 – 3,5 mm, bibir berwarna ungu, gelap, berbintik-bintik berwarna putih
kekuningan, panjang 12 – 15 mm ; kepala sari berwarna ungu, panjang 9 mm ;
tangkai putik 2.
3.1.2 Jenis Tanaman Jahe
Jahe dibedakan
menjadi 3 jenis berdasarkan ukuran, bentuk dan warna rimpangnya. Umumnya
dikenal 3 varietas jahe, yaitu (1) jahe putih/kuning besar atau disebut juga
jahe gajah atau jahe badak Rimpangnya lebih besar dan gemuk, ruas rimpangnya
lebih menggembung dari kedua varietas lainnya. Jenis jahe ini bias dikonsumsi
baik saat berumur muda maupun berumur tua, baik sebagai jahe segar maupun jahe
olahan, (2) jahe putih/kuning kecil atau disebut juga jahe sunti atau jahe
emprit Ruasnya kecil, agak rata sampai agak sedikit menggembung. Jahe ini
selalu dipanen setelah berumur tua. Kandungan minyak atsirinya lebih besar dari
pada jahe gajah, sehingga rasanya lebih pedas, disamping seratnya tinggi. Jahe
ini cocok untuk ramuan obat-obatan, atau untuk diekstrak oleoresin dan minyak
atsirinya, (3) jahe merah. Rimpangnya berwarna merah dan lebih kecil dari pada
jahe putih kecil sama seperti jahe kecil, jahe merah selalu dipanen setelah
tua, dan juga memiliki kandungan minyak atsiri yang sama dengan jahe kecil,
sehingga cocok untuk ramuan obat-obatan.
3.1.3 Manfaat Tanaman Jahe
Rimpang jahe dapat digunakan sebagai bumbu
masak, pemberi aroma dan rasa pada makanan seperti roti, kue, biskuit, kembang
gula dan berbagai minuman. Jahe juga dapat digunakan pada industri obat, minyak
wangi, industri jamu tradisional, diolah menjadi asinan jahe, dibuat acar,
lalap, bandrek, sekoteng dan sirup. Dewasa ini para petani cabe menggunakan
jahe sebagai pestisida alami. Dalam perdagangan jahe dijual dalam bentuk segar,
kering, jahe bubuk dan awetan jahe. Disamping itu terdapat hasil olahan jahe
seperti: minyak astiri dan koresin yang diperoleh dengan cara penyulingan yang
berguna sebagai bahan pencampur dalam minuman beralkohol, es krim, campuran
sosis dan lain-lain (Siwabessy. R. 2009).
3.1.4 Syarat Pertumbuhan Tanaman Jahe
3.1.4 1 Iklim
Adapun
faktor-faktor sayarat pertumbuhan yang berhubungan dengan iklim yaitu; (1)
tanaman jahe membutuhkan curah hujan relatif tinggi, yaitu antara
2.500-4.000 mm/tahun, (2) pada umur 2,5 sampai 7 bulan atau lebih tanaman jahe
memerlukan sinar matahari. dengan kata lain penanaman jahe dilakukan di tempat
yang terbuka sehingga mendapat sinar matahari sepanjang hari, (3) suhu udara
optimum untuk budidaya tanaman jahe antara 20-35 oC.
3.1.4.2 Media Tanam
Adapun media tanam
yang diperlukan yaitu; (1) tanaman jahe
paling cocok ditanam pada tanah yang subur, gembur dan banyak mengandung humus,
(2) tekstur tanah yang baik adalah lempung berpasir, liat berpasir dan tanah
laterik, (3) tanaman jahe dapat tumbuh pada keasaman tanah (pH) sekitar
4,3-7,4. Tetapi keasaman tanah (pH) optimum untuk jahe gajah adalah 6,8-7,0.
3.1.4.3 Ketinggian Tempat
Adapun ketinggian
tempat yang diperlukan yaitu; (1) jahe tumbuh baik di daerah tropis dan
subtropis dengan ketinggian 0 - 2.000 m dpl, (2) di Indonesia pada umumnya
ditanam pada ketinggian 200 - 600 m dpl.
3.1.5 Pedoman Budidaya Tanaman Jahe
3.1.5.1 Pembibitan
3.1.5.2 Persyaratan Bibit
Bibit berkualitas
adalah bibit yang memenuhi syarat mutu genetik, mutu fisiologik (persentase
tumbuh yang tinggi), dan mutu fisik. Yang dimaksud dengan mutu fisik adalah
bibit yang bebas hama dan penyakit. Oleh karena itu kriteria yang harus
dipenuhi antara lain;(a)bahan bibit diambil langsung dari kebun (bukan dari
pasar),(b) dipilih bahan bibit dari tanaman yang sudah tua (berumur 9-10
bulan)(c) dipilih pula dari tanaman yang sehat dan kulit rimpang tidak terluka
atau lecet.
3.1.5.3 Teknik Penyemaian Bibit
Untuk pertumbuhan tanaman yang serentak atau
seragam, bibit jangan langsung ditanam sebaiknya terlebih dahulu dikecambahkan.
Penyemaian bibit dapat dilakukan dengan peti kayu atau dengan bedengan. Penyemaian
pada peti kayu; rimpang jahe yang baru dipanen dijemur sementara (tidak sampai
kering), kemudian disimpan sekitar 1-1,5 bulan. Patahkan rimpang tersebut
dengan tangan dimana setiap potongan memiliki 3-5 mata tunas dan dijemur ulang
1/2-1 hari. Selanjutnya potongan bakal bibit tersebut dikemas ke dalam karung
beranyaman jarang, lalu dicelupkan dalam larutan fungisida dan zat pengatur
tumbuh sekitar 1 menit kemudian keringkan. Setelah itu dimasukkan kedalam peti
kayu. Lakukan cara penyemaian dengan peti kayu sebagai berikut: pada bagian
dasar peti kayu diletakkan bakal bibit selapis, kemudian di atasnya diberi abu
gosok atau sekam padi, demikian seterusnya sehingga yang paling atas adalah abu
gosok atau sekam padi tersebut. Setelah 2-4 minggu lagi, bibit jahe tersebut
sudah disemai.
Penyemaian pada
bedengan; buat rumah penyemaian sederhana ukuran 10 x 8 m untuk menanam bibit 1
ton (kebutuhan jahe gajah seluas 1 ha). Di dalam rumah penyemaian tersebut
dibuat bedengan dari tumpukan jerami setebal 10 cm. Rimpang bakal bibit disusun
pada bedengan jerami lalu ditutup jerami, dan di atasnya diberi rimpang lalu
diberi jerami pula, demikian seterusnya, sehingga didapatkan 4 susunan lapis
rimpang dengan bagian atas berupa jerami. Perawatan bibit pada bedengan dapat
dilakukan dengan penyiraman setiap hari dan sesekali disemprot dengan
fungisida. Setelah 2 minggu, biasanya rimpang sudah bertunas. Bila bibit
bertunas dipilih agar tidak terbawa bibit berkualitas rendah. Bibit hasil
seleksi itu dipatah-patahkan dengan tangan dan setiap potongan memiliki 3-5
mata tunas dan beratnya 40-60 gram.
3.1.5.4 Penyiapan Bibit
Sebelum ditanam,
bibit harus dibebaskan dari ancaman penyakit dengan cara bibit tersebut
dimasukkan ke dalam karung dan dicelupkan ke dalam larutan fungisida sekitar 8
jam. Kemudian bibit dijemur 2-4 jam, barulah ditanam.
3.1.6. Pengolahan Media Tanam Tanaman Jahe
3.1.6.1 Persiapan Lahan
Untuk mendapatkan
hasil panen yang optimal harus diperhatikan syaratsyarat tumbuh yang dibutuhkan
tanaman jahe. Bila keasaman tanah yang ada tidak sesuai dengan keasaman tanah
yang dibutuhkan tanaman jahe, maka harus ditambah atau dikurangi keasaman
dengan kapur.
3.1.6.2 Pembukaan Lahan
Pengolahan tanah diawali dengan dibajak
sedalam kurang lebih dari 30 cm dengan tujuan untuk mendapatkan kondisi tanah
yang gembur atau remah dan membersihkan tanaman pengganggu. Setelah itu tanah
dibiarkan 2-4 minggu agar gas-gas beracun menguap serta bibit penyakit dan hama
akan mati terkena sinar matahari. Apabila pada pengolahan tanah pertama
dirasakan belum juga gembur, maka dapat dilakukan pengolahan tanah yang kedua
sekitar 2-3 minggu sebelum tanam dan sekaligus diberikan pupuk kandang dengan
dosis 1.500-2.500 kg.
3.1.6.3 Pembentukan Bedengan
Pada daerah-daerah
yang kondisi air tanahnya jelek dan sekaligus untuk mencegah terjadinya
genangan air, sebaiknya tanah diolah menjadi bedengan-bedengan dengan ukuran
tinggi 20-30 cm, lebar 80-100 cm, sedangkan anjangnya disesuaikan dengan
kondisi lahan.
3.1.6.4 Pengapuran
Pada tanah dengan
pH rendah, sebagian besar unsur-unsur hara didalamnya, Terutama fosfor (p) dan
calcium (Ca) dalam keadaan tidak tersedia atau sulit diserap. Kondisi tanah
yang masam ini dapat menjadi media perkembangan beberapa cendawan penyebab
penyakit fusarium sp dan pythium sp. Pengapuran juga berfungsi menambah unsur
kalium yang sangat diperlukan tanaman untuk mengeraskan bagian tanaman yang
berkayu, merangsang pembentukan bulu-bulu akar, mempertebal dinding sel buah
dan merangsang pembentukan biji. Derajat keasaman < 4 (paling asam):
kebutuhan dolomit > 10 ton/ha, derajat keasaman 5 (asam): kebutuhan dolomit
5.5 ton/ha, derajat keasaman 6 (agak asam): kebutuhan dolomit 0.8 ton/ha.
3.1.7 Teknik Penanaman Tanaman Jahe
3.1.7.1 Penentuan Pola Tanaman
Pembudidayaan jahe secara monokultur pada
suatu daerah tertentu memang dinilai cukup rasional, karena mampu memberikan
produksi dan produksi tinggi. Namun di daerah, pembudidayaan tanaman jahe
secara monokultur kurang dapat diterima karena selalu menimbulkan kerugian.
Penanaman jahe secara tumpangsari dengan tanaman lain mempunyai
keuntungan-keuntungan sebagai berikut; (a) Mengurangi kerugian yang disebabkan
naik turunnya harga, (b) Menekan biaya kerja, seperti: tenaga kerja pemeliharaan
tanaman, (c) Meningkatkan produktivitas lahan, (d) Memperbaiki sifat fisik dan
mengawetkan tanah akibat rendahnya pertumbuhan gulma (tanaman pengganggu).
Praktek di
lapangan, ada jahe yang ditumpangsarikan dengan sayur-sayuran, seperti ketimun,
bawang merah, cabe rawit, buncis dan lain-lain. Ada juga yang ditumpangsarikan
dengan palawija, seperti jagung, kacang tanah dan beberapa kacang-kacangan
lainnya.
3.1.7.2 Pembuatan Lubang Tanam
Untuk menghindari
pertumbuhan jahe yang jelek, karena kondisi air tanah yang buruk, maka
sebaiknya tanah diolah menjadi bedengan-bedengan. Selanjutnya buat
lubang-lubang kecil atau alur sedalam 3-7,5 cm untuk menanam bibit.
3.1.7.3 Cara Penanaman
Cara penanaman
dilakukan dengan cara melekatkan bibit rimpang secara rebah ke dalam lubang
tanam atau alur yang sudah disiapkan.
3.1.7.4 Perioda Tanam
Penanaman jahe
sebaiknya dilakukan pada awal musim hujan sekitar bulan September dan Oktober.
Hal ini dimungkinkan karena tanaman muda akan membutuhkan air cukup banyak
untuk pertumbuhannya.
3.1.8 Pemeliharaan Tanaman Tanaman Jahe
3.1.8.1 Penyulaman
Sekitar 2-3 minggu
setelah tanam, hendaknya diadakan untuk melihat rimpang yang mati. Bila
demikian harus segera dilaksanakan penyulaman gar pertumbuhan bibit sulaman itu
tidak jauh tertinggal dengan tanaman lain, maka sebaiknya dipilih bibit rimpang
yang baik serta pemeliharaan yang benar.
3.1.8.2 Penyiangan
Penyiangan pertama
dilakukan ketika tanaman jahe berumur 2-4 minggu kemudian dilanjutkan 3-6
minggu sekali. Tergantung pada kondisi tanaman pengganggu yang tumbuh. Namun
setelah jahe berumur 6-7 bulan, sebaiknya tidak perlu dilakukan penyiangan
lagi, sebab pada umur tersebut rimpangnya mulai besar.
3.1.8.3 Pembubunan
Tanaman jahe memerlukan tanah yang peredaran
udara dan air dapat berjalan dengan baik, maka tanah harus digemburkan.
Disamping itu tujuan pembubunan untuk menimbun rimpang jahe yang kadang-kadang
muncul ke atas permukaan tanah. Apabila tanaman jahe masih muda, cukup tanah
dicangkul tipis di sekeliling rumpun dengan jarak kurang lebih 30 cm. Pada
bulan berikutnya dapat diperdalam dan diperlebar setiap kali pembubunan akan
berbentuk gubidan dan sekaligus terbentuk sistem pengairan yang berfungsi untuk
menyalurkan kelebihan air.
Pertama kali
dilakukan pembumbunan pada waktu tanaman jahe berbentuk rumpun yang terdiri
atas 3-4 batang semu, umumnya pembubunan dilakukan 2-3 kali selama umur tanaman
jahe. Namun tergantung kepada kondisi tanah dan banyaknya hujan.
3.1.8.4 Pemupukan
3.1.8.4.1 Pemupukan Organik
Pada pertanian
organik yang tidak menggunakan bahan kimia termasuk pupuk buatan dan
obat-obatan, maka pemupukan secara organik yaitu dengan menggunakan pupuk
kompos organik atau pupuk kandang dilakukan lebih sering dibanding kalau kita
menggunakan pupuk buatan. Adapun pemberian pupuk kompos organik ini dilakukan
pada awal pertanaman pada saat pembuatan guludan sebagai pupuk dasar sebanyak
60 – 80 ton per hektar yang ditebar dan dicampur tanah olahan. Untuk menghemat
pemakaian pupuk kompos dapat juga dilakukan dengan jalan mengisi tiap-tiap
lobang tanam di awal pertanaman sebanyak 0.5 – 1kg per tanaman. Pupuk sisipan
selanjutnya dilakukan pada umur 2 – 3 bulan, 4 – 6 bulan, dan 8 – 10 bulan.
Adapun dosis pupuk sisipan sebanyak 2 – 3 kg per tanaman. Pemberian pupuk
kompos ini biasanya dilakukan setelah kegiatan penyiangan dan bersamaan dengan
kegiatan pembubunan (Soetajie,S.1993).
3.1.8.4.2 Pemupukan Konvensional
Selain pupuk dasar
(pada awal penanaman), tanaman jahe perlu diberi pupuk susulan kedua (pada saat
tanaman berumur 2-4 bulan). Pupuk dasar yang digunakan adalah pupuk organik
15-20 ton/ha. Pemupukan tahap kedua digunakan pupuk kandang dan pupuk buatan
(urea 20 gram/pohon; TSP 10 gram/pohon; dan ZK 10 gram/pohon), serta K2O (112
kg/ha) pada tanaman yang berumur 4 bulan. Pemupukan juga dilakukan dengan pupuk
nitrogen (60 kg/ha), P2O5 (50 kg/ha), dan K2O (75 kg/ha). Pupuk P diberikan
pada awal tanam, pupuk N dan K diberikan pada awal tanam (1/3 dosis) dan
sisanya (2/3 dosis) diberikan pada saat tanaman berumur 2 bulan dan 4 bulan.
Pupuk diberikan dengan ditebarkan secara merata di sekitar tanaman atau dalam
bentuk alur dan ditanam di sela-sela tanaman.
3.1.8.5 Pengairan dan Penyiraman
Tanaman Jahe tidak
memerlukan air yang terlalu banyak untuk pertumbuhannya, akan tetapi pada awal
masa tanam diusahakan penanaman pada awal musim hujan sekitar bulan September.
3.1.8.6 Waktu Penyemprotan Pestisida
Penyemprotan pestisida sebaiknya dilakukan
mulai dari saat penyimpanan bibit yang untuk disemai dan pada saat
pemeliharaan. Penyemprotan pestisida pada fase pemeliharaan biasanya dicampur
dengan pupuk organik cair atau vitamin-vitamin yang mendorong pertumbuhan jahe.
3.1.9 Hama dan Penyakit Tanaman Jahe
3.1.9.1 Hama Tanaman
Hama yang dijumpai
pada tanaman jahe adalah kepik, menyerang daun tanaman hingga berlubang-lubang,
ulat penggesek akar, menyerang akar tanaman jahe hingga menyebabkan tanaman
jahe menjadi kering dan mati.
3.1.9.2 Penyakit Tanaman
Penyakit yang menyerang adalah penyakit layu bakeri,
gejala dari penyakit layu bakteri yaitu mula-mula helaian daun bagian bawah
melipat dan menggulung kemudian terjadi perubahan warna dari hijau menjadi
kuning dan mengering. Kemudian tunas batang menjadi busuk dan akhirnya tanaman
mati rebah. Bila diperhatikan, rimpang yang sakit itu berwarna gelap dan
sedikit membusuk, kalau rimpang dipotong akan keluar lendir berwarna putih susu
sampai kecoklatan. Penyakit ini menyerang tanaman jahe pada umur 3-4 bulan dan
yang paling berpengaruh adalah faktor suhu udara yang dingin, genangan air dan
kondisi tanah yang terlalu lembab.
Cara Pengendaliannya adalah karantina tanaman
jahe yang terkena penyakit, pengendalian dengan pengolahan tanah yang baik, pengendalian
fungisida dithane M-45 (0,25%), Bavistin (0,25%).
Penyakit busuk rimpang, penyakit ini dapat
masuk ke bibit rimpang jahe melalui lukanya. Ia akan tumbuh dengan baik pada
suhu udara 20-25 derajat C dan terus berkembang akhirnya menyebabkan rimpang
menjadi busuk. Gejalanya yaitu daun bagian bawah yang berubah menjadi kuning
lalu layu dan akhirnya tanaman mati. Pengendaliannya dengan penggunaan bibit
yang sehat, penerapan pola tanam yang baik, penggunaan fungisida. Penyakit
bercak daun, penyakit ini dapat menular dengan bantuan angin, akan masuk
melalui luka maupun tanpa luka.
Gejalanya yaitu pada daun yang bercak-bercak
berukuran 3-5 mm, selanjutnya bercakbercak itu berwarna abu-abu dan ditengahnya
terdapat bintik-bintik berwarna hitam, sedangkan pinggirnya busuk basah.
Tanaman yang terserang bisa mati.
Pengendaliannya baik tindakan pencegahan
maupun penyemprotan penyakit bercak daun sama halnya dengan cara-cara yang
dijelaskan di atas.
3.1.9.3 Gulma
Gulma potensial
pada pertanaman jahe yaitu gulma kebun antara lain adalah rumput teki,
alang-alang, ageratum, dan gulma berdaun lebar lainnya.
3.1.9.4 Pengendalian Hama/Penyakit Secara
Organik
Dalam pertanian organik yang tidak
menggunakan bahan-bahan kimia berbahaya melainkan dengan bahan-bahan yang ramah
lingkungan biasanya dilakukan secara terpadu sejak awal pertanaman untuk
menghindari serangan hama dan penyakit tersebut yang dikenal dengan PHT
(Pengendalian Hama Terpadu) yang komponennya adalah sbb; (1) Mengusahakan
pertumbuhan tanaman yang sehat yaitu memilih bibit unggul yang sehat bebas dari
hama dan penyakit serta tahan terhadap serangan hama dari sejak awal pertanaman,
(2) Memanfaatkan semaksimal mungkin musuh-musuh alami, (3) menggunakan
varietas-varietas unggul yang tahan terhadap serangan hama dan penyakit, (4) menggunakan
pengendalian fisik/mekanik yaitu dengan tenaga manusia, (5) menggunakan
teknik-teknik budidaya yang baik misalnya budidaya tumpang sari dengan
pemilihan tanaman yang saling menunjang, serta rotasi tanaman pada setiap masa
tanamnya untuk memutuskan siklus penyebaran hama dan penyakit potensial, (6) penggunaan
pestisida, insektisida, herbisida alami yang ramah lingkungan dan tidak
menimbulkan residu toksik baik pada bahan tanaman yang dipanen ma maupun pada
tanah. Disamping itu penggunaan bahan ini hanya dalam keadaan darurat
berdasarkan aras kerusakan ekonomi yang diperoleh dari hasil pengamatan.
Beberapa tanaman
yang dapat dimanfaatkan sebagai pestisida nabati dan digunakan dalam
pengendalian hama antara lain adalah tembakau (Nicotiana tabacum) yang
mengandung nikotin untuk insektisida kontak sebagai fumigan atau racun perut.
Aplikasi untuk serangga kecil misalnya Aphids, Piretrum (Chrysanthemum
cinerariaefolium) yang mengandung piretrin yang dapat digunakan sebagai
insektisida sistemik yang menyerang urat syaraf pusat yang aplikasinya dengan
semprotan. Aplikasi pada serangga seperti lalat rumah, nyamuk, kutu, hama
gudang, dan lalat buah, tuba (Derris elliptica dan Derris malaccensis) yang
mengandung rotenone untuk insektisida kontak yang diformulasikan dalam bentuk
hembusan dan semprotan, neem tree atau mimba (Azadirachta indica) yang
mengandung azadirachtin yang bekerjanya cukup selektif. Aplikasi racun ini
terutama pada serangga penghisap seperti wereng dan serangga pengunyah seperti
hama penggulung daun (Cnaphalocrocis medinalis). Bahan ini juga efektif untuk
menanggulangi serangan virus RSV, GSV dan Tungro, bengkuang (Pachyrrhizus
erosus) yang bijinya mengandung rotenoid yaitu pakhirizida yang dapat digunakan
sebagai insektisida dan larvasida, jeringau (Acorus calamus) yang rimpangnya
mengandung komponen utama asaron dan biasanya digunakan untuk racun serangga
dan pembasmi cendawan, serta hama gudang Callosobrocus.
3.1.10 Panen Tanaman Jahe
3.1.10.1 Ciri dan Umur Panen
Pemanenan dilakukan
tergantung dari penggunaan jahe itu sendiri. Bila kebutuhan untuk bumbu
penyedap masakan, maka tanaman jahe sudah bisa ditanam pada umur kurang lebih 4
bulan dengan cara mematahkan sebagian rimpang dan sisanya dibiarkan sampai tua.
Apabila jahe untuk dipasarkan maka jahe dipanen setelah cukup tua. Umur tanaman
jahe yang sudah bisa dipanen antara 10-12 bulan, dengan ciri-ciri warna daun
berubah dari hijau menjadi kuning dan batang semua mengering. Misal tanaman
jahe gajah akan mengering pada umur 8 bulan dan akan berlangsung selama 15 hari
atau lebih.
3.1.10.2 Cara Panen
Cara panen yang
baik, tanah dibongkar dengan hati-hati menggunakan alat garpu atau cangkul,
diusahakan jangan sampai rimpang jahe terluka. Selanjutnya tanah dan kotoran lainnya
yang menempel pada rimpang dibersihkan dan bila perlu dicuci. Sesudah itu jahe
dijemur di atas papan atau daun pisang kira-kira selama 1 minggu. Tempat
penyimpanan harus terbuka, tidak lembab dan penumpukannya jangan terlalu tinggi
melainkan agak disebar.
3.1.10.3 Periode Panen
Waktu panen
sebaiknya dilakukan sebelum musim hujan, yaitu diantara bulan Juni – Agustus.
Saat panen biasanya ditandai dengan mengeringnya bagian atas tanah. Namun
demikian apabila tidak sempat dipanen pada musim kemarau tahun pertama ini
sebaiknya dilakukan pada musim kemarau tahun berikutnya. Pemanenan pada musim
hujan menyebabkan rusaknya rimpang dan menurunkan kualitas rimpang sehubungan
dengan rendahnya bahan aktif karena lebih banyak kadar airnya.
3.1.10.4 Perkiraan Hasil Panen
Produksi rimpang
segar untuk klon jahe gajah berkisar antara 15-25 ton/hektar, sedangkan untuk
klon jahe emprit atau jahe sunti berkisar antara 10-15 ton/hektar.
3.1.11 Pasca Panen Tanaman Jahe
3.1.11.1 Penyortiran Basah dan Pencucian
Sortasi pada bahan
segar dilakukan untuk memisahkan rimpang dari kotoran berupa tanah, sisa
tanaman, dan gulma. Setelah selesai, timbang jumlah bahan hasil penyortiran dan
tempatkan dalam wadah plastik untuk pencucian. Pencucian dilakukan dengan air
bersih, jika perlu disemprot dengan air bertekanan tinggi. Amati air bilasannya
dan jika masih terlihat kotor lakukan pembilasan sekali atau dua kali lagi.
Hindari pencucian yang terlalu lama agar kualitas dan senyawa aktif yang
terkandung didalam tidak larut dalam air. Pemakaian air sungai harus dihindari
karena dikhawatirkan telah tercemar kotoran dan banyak mengandung
bakteri/penyakit. Setelah pencucian selesai, tiriskan dalam tray/wadah yang
belubang-lubang agar sisa air cucian yang tertinggal dapat dipisahkan, setelah
itu tempatkan dalam wadah plastik/ember.
3.1.11.2 Perajangan
Jika perlu proses
perajangan, lakukan dengan pisau stainless steel dan alasi bahan yang akan
dirajang dengan talenan. Perajangan rimpang dilakukan melintang dengan
ketebalan kira-kira 5 mm – 7 mm. Setelah perajangan, timbang hasilnya dan taruh
dalam wadah plastik/ember. Perajangan dapat dilakukan secara manual atau dengan
mesin pemotong.
3.1.11.3 Pengeringan
Pengeringan dapat
dilakukan dengan 2 cara, yaitu dengan sinar matahari atau alat pemanas/oven.
pengeringan rimpang dilakukan selama 3 - 5 hari, atau setelah kadar airnya
dibawah 8%. pengeringan dengan sinar matahari dilakukan diatas tikar atau
rangka pengering, pastikan rimpang tidak saling menumpuk. Selama pengeringan
harus dibolak-balik kira-kira setiap 4 jam sekali agar pengeringan merata.
Lindungi rimpang tersebut dari air, udara yang lembab dan dari bahan-bahan
disekitarnya yang bisa mengkontaminasi. Pengeringan di dalam oven dilakukan
pada suhu 50oC - 60oC. Rimpang yang akan dikeringkan ditaruh di atas tray oven
dan pastikan bahwa rimpang tidak saling menumpuk. Setelah pengeringan, timbang
jumlah rimpang yang dihasilkan.
3.1.11.4 Penyortiran Kering.
Selanjutnya lakukan sortasi kering pada bahan
yang telah dikeringkan dengan cara memisahkan bahan-bahan dari benda-benda
asing seperti kerikil, tanah atau kotoran-kotoran lain. Timbang jumlah rimpang
hasil penyortiran ini (untuk menghitung rendemennya).
3.1.11.5 Pengemasan
Setelah bersih,
rimpang yang kering dikumpulkan dalam wadah kantong plastik atau karung yang
bersih dan kedap udara (belum pernah dipakai sebelumnya). Berikan label yang
jelas pada wadah tersebut, yang menjelaskan nama bahan, bagian dari tanaman
bahan itu, nomor/kode produksi, nama/alamat penghasil, berat bersih dan metode
penyimpanannya.
3.1.11.6 Penyimpanan
Kondisi gudang harus dijaga agar tidak lembab
dan suhu tidak melebihi 30oC dan gudang harus memiliki ventilasi baik dan
lancar, tidak bocor, terhindar dari kontaminasi bahan lain yang menurunkan
kualitas bahan yang bersangkutan, memiliki penerangan yang cukup (hindari dari
sinar matahari langsung), serta bersih dan terbebas dari hama gudang.
3.2.1 Teknologi Budidaya Tanaman Lengkuas
Jika kita ingin membudidayakan lengkuas, juga
tidak terlalu sulit. Pada dasarnya lengkuas menyukai tanah yang gembur, sedikit
lembab tetapi tidak tergenang air. Agar pertumbuhannya bagus, sebaiknya tidak
terkena sinar matahari langsung, itu akan membuatnya lebih sehat dan produktif.
Untuk pembibitan, bisa menggunakan bijinya yang disemai, namun pada umumnya
orang lebih senang menggunakan rimpang lengkuas sarana perbanyakan. Jika kita
menggunakan rimpangnya sebagai sarana pembibitan, usahakan memilih yang rimpang
yang tumbuh paling ujung dari tanaman lengkuas yang sudah cukup tua.
3.2.2 Cara Budidaya Tanaman Lengkuas Merah dan
Lengkuas Putih
Untuk memperoleh hasil panen lengkuas yang
memadai dan berkualitas tinggi, maka langkah dalam penanaman dan perawatan
merupakan faktor penting untuk memenuhi harapan tersebut. Sebab, baik dalam
budidaya menanam lengkuas merah dan lengkuas putih, pada dasarnya adalah
sama.
Berikut ini cara yang harus ditempuh untuk
membudidaya tanaman lengkuas merah maupun lengkuas putih. Pastikan Anda
membacanya hingga selesai supaya ilmu yang didapatkan pun tidak setengah-setengah.
Tahap Pembibitan. Bibit berkualitas adalah bibit yang memenuhi syarat mutu
genetik,mutu fisiologis (persentase tumbuhan yang tinggi),dan mutu fisik. Yang
dimaksud dengan mutu fisik adalah bibit yang bebas hama dan penyakit. Oleh
karena itu kriteria yang harus dipenuhi yaitu bahan bibit diambil langsung dari
kebun, dipilih bahan bibit dari tanaman yang sudah tua (berumur 9-10 bulan)
serta dipilih pula dari tanaman yang sehat dan kulit rimpang tidak terluka atau
lecet.
3.2.3 Teknik Penyemaian Bibit Lengkuas
Berkualitas
3.2.3.1 Penyemaian Pada Peti Kayu
Rimpang yang baru ditanam dijemur sementara
(tidak sampai kering), kemudian disimpan sekitar 1-1,5 bulan. Patahkan rimpang
tersebut dengan tangan dimana setiap potongan memiliki 3-5 mata tunas dan
dijemur ulang selama 1 – 2 hari. Selanjutnya potong bakal bibit tersebut
dikemas kedalam karung beranyaman jarang, lalu dicelupkan dalam larutan
fungisida dan zat pengatur tubuh sekitar 1 menit kemudian keringkan.
Setelah itu dimasukkan kedalam peti kayu.
Lakukan cara penyemaian dalam peti kayu sebagai berikut: pada bagian dasar peti
kayu diletakkan bakal bibit selapis, kemudian di bagian atasnya diberi abu
gosok atau sekam padi, demikian seterusnya sehingga yang paling atas adalah abu
gosok atau sekam padi tersebut. Setelah 2-4 minggu lagi, bibit tersebut sudah
disemai.
3.2.3.2 Penyemaian pada bedengan
Caranya adalah membuat rumah penyemaian
sederhana ukuran 10 x 8 m untuk menanam bibit satu ton. Di dalam rumah
penyemaian tersebut dibuat bedengan dari tumpukan jerami setebal 10 cm. Rimpang
bakal bibit disusun pada bedengan jerami lalu ditutup jerami, dan di atasnya
diberi rimpang lalu diberi jerami pula, demikian seterusnya, sehingga
didapatkan 4 susunan lapis rimpang dengan bagian atas berupa jerami.
Perawatan bibit pada bedengan dapat dilakukan
dengan penyiraman setiap hari dan sesekali disemprot dengan fungisida. Setelah
2 minggu, biasanya rimpang sudah bertunas. Bila bibit bertunas dipilih agar
tidak terbawa bibit berkualitas rendah. Bibit hasil seleksi itu dipatah –
patahkan dengan tangan dan setiap potongan memiliki 3 – 5 mata tunas dan
beratnya 40 – 60 gram.
3.2.3.3 Penyiapan Bibit
Sebelum ditanam, bibit sebaiknya harus
dibebaskan terlebih dahulu dari ancaman penyakit dengan cara bibit tersebut
dimasukan kedalam karung dan dicelupkan ke dalam larutan fungisida sekitar 8
jam. Kemudian bibit di jemur 2-4 jam, barulah ditanam.
3.2.4 Pengolahan Media Tanam Tanaman Lengkuas
3.2.4.1 Persiapan Lahan Tanam
Untuk mendapatkan hasil panen yang optimal,
maka ada persyaratan yang perlu diperhatikan jika tingkat keasaman tanah (pH)
yang ada tidak sesuai dengan ke asaman tanah yang dibutuhkan tanaman maka harus
ditambah atau dikurangi keasam dengan kapur.
3.2.4.2 Pembukaan lahan
Pengolahan tanah diawali dengan dibajak
sedalam kurang lebih dari 30 cm dengan tujuan untuk mendapatkan kondisi tanah
yang gembur atau remah dan membersihkan tanaman pengganggu. Setelah itu tanah
dibiarkan selama 2 – 4 minggu agar gas – gas beracun menguap serta bibit
penyakit dan hama akan mati terkena sinar matahari. Apabila pada pengolahan
tanah pertama dirasakan belum juga gembur, maka dapat dilakukan pengolahan
tanah yang kedua sekitar 2 – 3 minggu sebelum tanam dan sekaligus di berikan
pupuk kandang dengan dosisi 1500 – 2500 kg/ hektar.
3.2.4.3 Pembuatan Bedengan
Pada daerah-daerah yang kondisi air tanahnya
jelas dan sekaligus untuk mencegah terjadiya genangan air, sebaiknya tanah
diolah menjadi bedengan-bedengan dengan ukuran tinggi 20-30cm, lebar 80-100cm,
sedangkan panjangnya disesuaikan dengan kondisi lahan.
3.2.4.4 Pengapuran
Pada tanah dengan tingkat keasaman tanah (pH)
rendah, sebagian besar unsur-unsur hara di dalamnya,terutama Fosfor (P) dan
Kalsium (Ca) dalam keadaan tidak tersedia atau sulit diserap, kondisi tanah
yang masam ini dapat menjadi media perkembangan beberapa cendawan penyebab
penyakit layu fusarium yang disebabkan oleh organisme dari spesies Fusarium sp
dan Pythium sp. Pengapuran juga berfungsi menambah unsur Kalium(K) yang sangat
diperlukan tanaman untuk mengeraskan bagian tanaman yang berkayu,
merangsang bulu-bulu akar agar tumbuh optimal, mempertebal dinding sel
buah dan merangsang pembentukan biji, maupun umbi. Derajat keasaman < 4
(paling asam) kebutuhan dolamit besar dari 10 ton/ha, derajat keasaman 5 (asam)
: kebutuhan dolamit 5,5 ton/ha, derajat keasaman 6 (agak asam) : kebutuhan
dolamit 0,8 ton/ha
3.2.5 Teknik penanaman Tanaman Lengkuas
3.2.5.1 Penentuan Pola Tanaman
Pembudidayaan lengkuas secara monokultur pada
suatu daerah tertentu memang dinilai cukup rasional, karena mampu memberi
produksi dan produksi tinggi namun di daerah, pembudidayaan tanaman secara
monokultur kurang dapat diterima karena selalu menimbulkan kerugian.
3.2.5.2 Pembutan Lubang Tanam
Untuk menghindari pertumbuhan tanaman
lengkuas yang jelek, karena kondisi air tanah yang buruk, sebaiknya tanah
diolah menjadi bedengan – bedengan. Selanjutnya buat lubang – lubang kecil atau
alur sedalam 3 – 7,5 cm untuk menanam bibit.
3.2.5.3 Cara Penanaman
Cara penanaman dilakukan dengan cara
meletakan bibit rimpang secara rebah ke dalam lubang tanam atau alur yang sudah
disiapkan.
3.2.5.4 Periode Tanam
Hal ini dimungkinkan karena tanaman mudah
akan membutuhkan air cukup banyak untuk pertumbuhannya.
3.2.6 Pemeliharaan Tanaman Lengkuas
3.2.6.1 Penyulaman
Sekitar 2-3 minggu setelah tanam,
hendaknya diadakan pengecekan untuk melihat rimpang yang mati, rusak, atau layu
karena akibat serangan hama dan penyakit tanaman. Bila demikian harus segera
dilaksanakan penyulaman agar pertumbuhan bibit sulaman itu tidak jauh
tertinggal dengan tanaman lain, maka sebaiknya dipilih bibit rimpang yang baik
serta pemeliharaan yang benar.
3.2.6.2 Penyiangan
Penyiangan pertama dilakukan ketika tanaman
berumur 2- 4 minggu kemudian dilanjutkan 3 – 6 minggu sekali. Tergantung pada
kondisi tanaman pengganggu yang tumbuh (rumput liar, gulma). Namun setelah
berumur 6 – 7 bulan, sebaiknya tidak perlu dilakukan penyiangan lagi, sebab
pada umur tersebut rimpangnya mulai besar.
3.2.6.3 Pembubunan
Tanaman memerlukan tanah yang perederan udara
dan air (sistem aerasi dalam tanah) dapat berjalan dengan baik, maka tanah
harus di gemburkan. Di samping itu tujuan pembubunan untuk menimbun rimpang
yang kadang – kadang ke atas permukaan tanah. Jika tanaman masih kondisi muda,
maka tanahnya cukup dicangkul tipis di sekeliling rumpun dengan jarak kurang
lebih 30 cm. Pada bulan berikutnya dapat diperdalam dan diperlebar setiap kali
pembubunan akan berbentuk gubidan dan sekaligus terbentuk sistem perairan yang
berfungsi untuk menyalurkan kelebihan air. Pertama kali dilakukan pembubunan
pada waktu tanaman berbentuk rumpun yang terdiri atas 3 – 4 batang semu,
umumnya pembubunan dilakukan 2 – 3 kali selama umur tanaman. Namun terkantung
pada kondisi tanah dan banyaknya curah hujan.
3.2.7 Pemupukan Tanaman Lengkuas
3.2.7.1 Pemupukan Organic
Pada pertanian organik yang tidak menggunakan
bahan kimia termasuk pupuk buatan dan obat pertanian, maka pemupukan secara
organik yaitu dengan menggunakan pupuk kompos atau pupuk kandang di lakukan
lebih sering dibanding kalau kita memggunakan pupuk buatan. Adapun pemberian
pupuk kompos/kandang organik ini dilakukan pada awal pertanaman pada saat
pembuatan guludan sebagai pupuk dasar yakni membutuhkan setidaknya 60 – 80
ton/ha yang ditebar dan di campurkan dengan tanah olahan.
Pemupukan konvensional, selain pupuk dasar
(pada awal penanaman), tanaman perlu diberi pupuk susulan ke dua (pada saat
tanaman berumur 2-4 bulan). Pupuk dasar yang digunakan adalah pupuk organik
15-20 ton/ha. Pemupukan tahap kedua digunakan pupuk kandang dan pupuk buatan
(urea 20gram/pohon ; TSP 10 gram/pohon ; ZK 10 gram/pohon), serta K2O (112
kg/ha) pada tanaman yang berumur 2 bulan.
3.2.7.2 Pengairan, Penyiraman dan
Penyemprotan Pestisida
Tanaman lengkuas tidak memerlukan air yang
terlalu banyak untuk pertumbuhannya, akan tetapi pada awal masa tanaman
diusahakan lakukan penyiraman.
3.2.7.3 Penyemprotan Pestisida Tanaman
Lengkuas
Penyemprotan pestisida sebaiknya dilakukan
mulai dari saat penyimpanan bibit yang untuk disemai dan pada saat pemeliharan.
Biasanya dicampur dengan pupuk organik cair atau vitamin-vitamin yang mendorong
percepatan pertumbuhan dan perkembangan tanaman lengkuas.
3.2.8 Panen dan kegiatan Pemasaran
Waktu kegiatan panen simplisis rimpang
lengkuas ditandai dengan berakhirnya masa vegetatif seperti daun menunjukkan
gejala kelayuan secara fisiologis. Pada keadaan ini rimpang telah berukuran
optimal dan umur pemanenan lengkuas sebaiknya pada umur 2,5 - 4 bulan, karena
pada umur tersebut umbi dalam keadaan baik dan disukai oleh konsumen di
pasaran.
Pemanenan dilakukan dengan cara membongkar
rimpang dengan garpu atau cangkul secara hati-hati agar tidak terluka atau
rusak. Tanah yang menempel pada rimpang dibersihkan dengan cara dipukul
pelan-pelan sehigga tanah terlepas.
Setelah pemanenan di ladang, kebun maka
langkah berikutnya adalah mencuci rimpang lengkuas hingga bersih, lalu siap edar
di pasaran. Di pasaran sendiri harga lengkuas sangat bervariasi dan dijual
dengan harga eceran atau per kilogram. Harga rimpang lengkuas putih maupun
lengkuas merah di pasar-pasar tradisional di kota Bandarlampung (Lampung),
bisanya dijatuhkan harga Rp. 6.500/kg, tentu harga ini tidak sepenuhnya berlaku
untuk daerah-daerah lain di Indonesia.
3.3.1 Teknologi Budidaaya Tanaman Kencur
Kencur (Kaempferia galangal L) sudah sejak
lama dikenal dan ditanam di Indonesia. Tanaman ini diperkirakan berasal dari daerah
Asia Tropika.Sebagian kalangan menduga bahwa asal usul kencur adalah kawasan
Indo-Malaysia. Tetapi sumber literatur lainnya memastikan bahwa asal tanaman
kencur adalah dari India.
Daerah penyebaran kencur meluas ke kawasan
Asia Tenggara dan Cina.Dalam perkembangan selanjutnya, diketahui bahwa
keluarga Zingiberaceae ini meliputi 47 genera dan 1.400 spesies yang
tersebar luas di daerah tropik dan subtropik. Diantara sejumlah genera dan
spesies tersebut, terdapat 13-17 jenis temu-temuan yang dipakai dalam obat
tradisional. Kencur termasuk salah satu tanaman temu-temuan yang banyak
digunakan sebagai bahan obat tradisional. Pusat pertanaman kencur masih
terkonsenterasi di pulau Jawa, terutaman Jawa Tengah dan Jawa Timur. Salah satu
daerah sentra kencur terbesar saat ini adalah Kabupaten Boyolali ( Jawa
Tengah), yang pada tahun 1992 terdapat areal pertanaman kencur seluas 703
hektar dengan produksi 1.301 ton gelondong basah.4
Makin meluasnya daya guna dan fungsi guna
tanaman kencur, maka menjadikan tanaman ini sangat potensial untuk dikembangkan
dan dilestarikan pembudidayaannya. Selama ini pembudidayaan kencur masih
terbatas sebagai usaha sampingan di lahan pekarangan dan kebun-kebun tanpa
didukung oleh teknik budidaya yang intensif.
3.3.2 Syarat Tumbuh Tanaman Kencur
3.3.2.1 Iklim
Tinggi tempat Yng diperlukan yaitu 50 m – 1.000 m
dpl dengan Intensitas cahaya yang Sedikit terlindung dari
sinar matahari lansung. Curah hujan berkisar antara 2.500 – 4.000 mm/
tahun.
3.3.2.2 Tanah
Jenis tanah yang cocok yaitu Lempung berpasir serta lempung
berliat. Struktur Remah dan kaya humus.
3.3.3 Bercocok Tanam Tanaman Kencur
3.3.3.1 Pemilihan Bibit
Berasal dari pohon yang sudah tua, cara memperoleh
bibit ada 2 cara yaitu lansung tanam,
rimpang segar setelah dipotong-potong sepanjang 4 cm lansung ditanam dilapangan
tanpa disimpan dulu serta ditunaskan
dulu, rimpang setelah dipotong-potong 4 cm disimpan dalam gudang 1-2
minggu (sampai tunas bermunculan), ruang tempat penyimpanan harus kering, tidak
panas dan tidak terlindung. Rimpang dihamparkan (tidak bertumpuk) di atas rak
kayu atau bambu. bibit yang baik mempunyai 2-3 buah mata tunas. keperluan bibit
sekitar 1-2 ton / hektar dengan jarak tanam sekitar 20 x 15 cm.
3.3.3.2 Penyiapan Lahan
Tanah dibersihkan dari rerumputan lalu dicangkul 2
(dua) kali dan dibuat bedengan sambil diberi pupuk kandang sebanyak 10
ton/hektar.
3.3.3.3 Penanaman
Penanaman pada awal musim hujan dengan Jarak tanam 20
X 15 Cm, kecuali untuk tumpang sari 60 X 40 Cm. Cara penanaman dengan
meletakan bibit dicelup / dipping pada larutan anti biotik agrimyoin,
sterptomyoin.
3.3.4 Pemeliharaan Tanaman Kencur
Pada minggu ke 2– 4 setelah tanam atau tergantung
keadaan. Penutupan tanah bisa denngan jerami atau ampas perasan tebu.
3.3.4.1 Pemupukan
Pada saat tanaman sudah membentuk daun sempurna (akhir
minggu ke 4) dipupuk dengan pupuk Urea 75 Kg, TSP 200 Kg dan KCl 100 Kg dan
pada saat tanaman berumur 3 bulan dipupuk dengan Urea sebanyak 75 Kg.
Dilakukan disekitar rumput pada umur 3 bulan bersamaan
dengan pemupukan ke 2
3.3.5 Hama dan Penyakit Tanaman Kencur
Hama pada tanaman kencur tidak
banyak yang penting adalah penyakit busuk umbi oleh
bakteri Pseudomonas sp.
3.3.6 Panen Tanaman Kencur
3.3.6.1 Umur
Mulai dapat dipanen umur 6-8 bulan, dan dapat ditunda
sampai musim berikutnya karena tidak akan ada efek buruk terhadap rimpang namun
jika ditunda sampai musim berikutnya lagi kemungkinan rimpang akan membusuk dan
kadar patinya menurun. Panen sebaiknya dilakukan dalam waktu yang singkat. Biasanya
bila setelah cukup panen ditandai dengan daun menguning dan akhirnya gugur.
3.3.6.2 Cara Panen
Membongkar seluruh rimpang dengan cangkul, garpu atau
alat lainnya. Mematahkan atau memotong rimpang bagian
pinggir, sisa yang tertinggal dibiarkan tumbuh untuk
musim tanam berikutnya.
3.4.1
Teknologi Budidaya Tanaman Temulawak
Temulawak
merupakan tanaman obat berupa tumbuhan rumpun berbatang semu. Di daerah Jawa
Barat temulawak disebut sebagai koneng gede sedangkan di Madura disebut sebagai
temu lobak. Kawasan Indo-Malaysia merupakan tempat dari mana temulawak ini
menyebar ke seluruh dunia. Saat ini tanaman ini selain di Asia Tenggara dapat
ditemui pula di Cina, IndoCina, Bardabos, India, Jepang, Korea, di Amerika
Serikat dan Beberapa Negara Eropa.
3.4.2
Uraian Tanaman Temulawak
Klasifikasi
tanaman yaitu divisi spermatophyta, sub divisi angiospermae, kelas :
monocotyledonae, ordo zingiberales, famili zingiberaceae, genus curcuma,
spesies curcuma xanthorrhiza roxb.
Tanaman
terna berbatang semu dengan tinggi hingga lebih dari 1m tetapi kurang dari 2m,
berwarna hijau atau coklat gelap. Akar rimpang terbentuk dengan sempurna dan
bercabang kuat, berwarna hijau gelap. Tiap batang mempunyai daun 2 – 9 helai
dengan bentuk bundar memanjang sampai bangun lanset, warna daun hijau atau
coklat keunguan terang sampai gelap, panjang daun 31 – 84cm dan lebar 10 –
18cm, panjang tangkai daun termasuk helaian 43 – 80cm. Perbungaan lateral,
tangkai ramping dan sisik berbentuk garis, panjang tangkai 9 – 23cm dan lebar 4
– 6cm, berdaun pelindung banyak yang panjangnya melebihi atau sebanding dengan
mahkota bunga. Kelopak bunga berwarna putih berbulu, panjang 8 – 13mm, mahkota
bunga berbentuk tabung dengan panjang keseluruhan 4.5cm, helaian bunga
berbentuk bundar memanjang berwarna putih dengan ujung yang berwarna merah dadu
atau merah, panjang 1.25 – 2cm dan lebar 1cm.
3.4.3
Manfaat Tanaman Temulawak
Di
Indonesia satu-satunya bagian yang dimanfaatkan adalah rimpang temulawak untuk
dibuat jamu godog. Rimpang ini mengandung 48-59,64 % zat tepung, 1,6-2,2 %
kurkumin dan 1,48-1,63 % minyak asiri dan dipercaya dapat meningkatkan kerja
ginjal serta anti inflamasi. Manfaat lain dari rimpang tanaman ini adalah
sebagai obat jerawat, meningkatkan nafsu makan, anti kolesterol, anti
inflamasi, anemia, anti oksidan, pencegah kanker, dan anti mikroba.
3.4.4
Sentra Penanaman Tanaman Temulawak
Tanaman
ini ditanam secara konvensional dalam skala kecil tanpa memanfaatkan teknik
budidaya yang standard, karena itu sulit menentukan dimana sentra penanaman
temulawak di Indonesia. Hampir di setiap daerah pedesaan terutama di dataran
sedang dan tinggi, dapat ditemukan temulawak terutama di lahan yang teduh.
3.4.5 Syarat
Pertumbuhan Tanaman Temulawak
3.4.5.1
Iklim
Secara
alami temulawak tumbuh dengan baik di lahan-lahan yang teduh dan terlindung
dari teriknya sinar matahari. Di habitat alami rumpun tanaman ini tumbuh subur
di bawah naungan pohon bambu atau jati. Namun demikian temulawak juga dapat
dengan mudah ditemukan di tempat yang terik seperti tanah tegalan. Secara umum
tanaman ini memiliki daya adaptasi yang tinggi terhadap berbagai cuaca di
daerah beriklim tropis. Suhu udara yang baik untuk budidaya tanaman ini antara
19-30 oC. Tanaman ini memerlukan curah hujan tahunan antara 1.000-4.000
mm/tahun.
3.4.5.2
Media Tanam
Perakaran
temulawak dapat beradaptasi dengan baik pada berbagai jenis tanah baik tanah
berkapur, berpasir, agak berpasir maupun tanah-tanah berat yang berliat. Namun
demikian untuk memproduksi rimpang yang optimal diperlukan tanah yang subur,
gembur dan berdrainase baik. Dengan demikian pemupukan anorganik dan organik
diperlukan untuk memberi unsur hara yang cukup dan menjaga struktur tanah agar
tetap gembur. Tanah yang mengandung bahan organik diperlukan untuk menjaga agar
tanah tidak mudah tergenang air.
3.4.5.3
Ketinggian Tempat
Temulawak
dapat tumbuh pada ketinggian tempat 5-1.000 m/dpl dengan ketinggian tempat
optimum adalah 750 m/dpl. Kandungan pati tertinggi di dalam rimpang diperoleh
pada tanaman yang ditanam pada ketinggian 240 m/dpl. Temulawak yang ditanam di
dataran tinggi menghasilkan rimpang yang hanya mengandung sedikit minyak
atsiri. Tanaman ini lebih cocok dikembangkan di dataran sedang.
3.4.6
Pedoman Budidaya Tanaman Temulawak
3.4.6.1
Pembibitan
Perbanyakan
tanaman temulawak dilakukan menggunakan rimpang-rimpangnya baik berupa rimpang
induk (rimpang utama) maupun rimpang anakan (rimpang cabang). Keperluan rimpang
induk adalah 1.500-2.000 kg/ha dan rimpang cabang sebanyak 500-700 kg/ha. Rimpang untuk bibit diambil dari
tanaman tua yang sehat berumur 10 -12 bulan.
3.4.6.2
Penyiapan Bibit
Tanaman
induk dibongkar dan bersihkan akar dan tanah yang menempel pada rimpang.
Pisahkan rimpang induk dari rimpang anak.
3.4.6.3
Bibit Rimpang Induk
Rimpang
induk dibelah menjadi empat bagian yang mengandung 2-3 mata tunas dan dijemur
selama 3-4 jam selama 4-6 hari berturut-turut. Setelah itu rimpang dapat
langsung ditanam.
3.4.6.4
Bibit Rimpang Anak
Simpan
rimpang anak yang baru diambil di tempat lembab dan gelap selama 1-2 bulan
sampai keluar tunas baru. Penyiapan bibit dapat pula dilakukan dengan menimbun
rimpang di dalam tanah pada tempat teduh, meyiraminya dengan air bersih setiap
pagi/sore hari sampai keluar tunas. Rimpang yang telah bertunas segera
dipotong-potong menjadi potongan yang memiliki 2-3 mata tunas yang siap
ditanam. Bibit yang berasal dari rimpang induk lebih baik daripada rimpang
anakan. Sebaiknya bibit disiapkan sesaat sebelum tanam agar mutu bibit tidak
berkurang akibat penyimpanan.
3.4.7
Pengolahan Media Tanam Tanaman Temulawak
3.4.7.1
Persiapan Lahan
Lokasi
penanaman dapat berupa lahan tegalan, perkebunan atau pekarangan. Penyiapan
lahan untuk kebun temulawak sebaiknya dilakukan 30 hari sebelum tanam.
3.4.7.2
Pembukaan Lahan
Lahan
dibersihkan dari tanaman-tanaman lain dan gulma yang dapat mengganggu
pertumbuhan kunyit. Lahan dicangkul sedalam 30 cm sampai tanah menjadi gembur.
3.4.7.3
Pembentukan Bedengan
Lahan
dibuat bedengan selebar 120-200 cm, tinggi 30 cm dan jarak antar bedengan 30-40
cm. Selain dalam bentuk bedengan, lahan dapat juga dibentuk menjadi
petakan-petakan agak luas yang dikelilingi parit pemasukkan dan pembuangan air,
khususnya jika temulawak akan ditanam di musim hujan.
3.4.7.4
Pemupukan Organik (sebelum tanam)
Pupuk
kandang matang dimasukkan ke dalam lubang tanam sebanyak 1-2 kg. Keperluan
pupuk kandang untuk satu hektar kebun adalah 20-25 ton karena pada satu hektar
lahan terdapat 20.000-25.000 tanaman.
3.4.8
Teknik Penanaman Tanaman Temulawak
3.4.8.1
Penentuan Pola Tanaman
Penanaman
dilakukan secara monokultur dan lebih baik dilakukan pada awal musim hujan
kecuali pada daerah yang memiliki pengairan sepanjang waktu. Fase awal
pertumbuhan adalah saat dimana tanaman memerlukan banyak air.
3.4.8.2
Pembutan Lubang Tanam
Lubang
tanam dibuat di atas bedengan/petakan dengan ukuran lubang 30 x 30 cm dengan
kedalaman 60 cm. Jarak antara lubang adalah 60 x 60 cm.
3.4.8.3
Cara Penanaman
Satu
bibit dimasukkan ke dalam lubang tanam dengan posisi mata tunas menghadap ke
atas. Setelah itu bibit ditimbun dengan tanah sedalam 10 cm.
3.4.8.4
Perioda Tanam
Masa
tanam temulawak yaitu pada awal musim hujan untuk masa panen musim kemarau
mendatang. Penanaman pada di awal musim hujan ini memungkinkan untuk suplai air
yang cukup bagi tanaman muda yang memang sangat membutuhkan air di awal
pertumbuhannya.
3.4.9
Pemeliharaan Tanaman Temulawak
3.4.9.1
Penyulaman
Tanaman
yang rusak/mati diganti oleh bibit yang sehat yang merupakan bibit cadangan.
3.4.9.2
Penyiangan
Penyiangan
rumput liar dilakukan pagi/sore hari yang tumbuh di atas bedengan atau petak
bertujuan untuk menghindari persaingan makanan dan air. Peyiangan pertama dan
kedua dilakukan pada dua dan empat bulan setelah tanam (bersamaan dengan
pemupukan). Selanjutnya penyiangan dapat dilakukan segera setelah rumput liar
tumbuh. Untuk mencegah kerusakan akar, rumput liar disiangi dengan bantuan
kored/cangkul dengan hati-hati.
3.4.9.3
Pembubunan
Kegiatan pembubunan perlu dilakukan pada pertanaman rimpang-rimpangan untuk
memberikan media tumbuh rimpang yang cukup baik. Pembubunan dilakukan dengan
menimbun kembali area perakaran dengan tanah yang jatuh terbawa air. Pembubunan
dilakukan secara rutin setelah dilakukan penyiangan.
3.4.9.4
Pemupukan
3.4.9.4.1
Pemupukan Organik
Pada pertanian organic yang tidak menggunakan bahan kimia termasuk pupuk buatan
dan obat-obatan, maka pemupukan secara organic yaitu dengan menggunakan pupuk
kompos organic atau pupuk kandang dilakukan lebih sering disbanding kalau kita
menggunakan pupuk buatan. Adapun pemberian pupuk kompos organic ini dilakukan
pada awal pertanaman pada saat pembuatan guludan sebagai pupuk dasar sebanyak
60 – 80 ton per hektar yang ditebar dan dicampur tanah olahan. Untuk menghemat
pemakaian pupuk kompos dapat juga dilakukan dengan jalan mengisi tiap-tiap
lobang tanam di awal pertanaman sebanyak 0.5 – 1kg per tanaman. Pupuk sisipan
selanjutnya dilakukan pada umur 2 – 3 bulan, 4 – 6 bulan, dan 8 – 10 bulan.
Adapun dosis pupuk sisipan sebanyak 2 – 3 kg per tanaman. Pemberian pupuk
kompos ini biasanya dilakukan setelah kegiatan penyiangan dan bersamaan dengan
kegiatan pembubunan.
3.4.9.4.2
Pemupukan Konvensional
Pupuk
dasar yang diberikan saat tanam adalah SP-36 sebanyak 100 kg/ha yang disebar di
dalam larikan sedalam 5 cm di antara barisan tanaman atau dimasukkan ke dalam
lubang sedalam 5 cm pada jarak 10 cm dari bibit yang baru ditanam. Larikan atau
lubang pupuk kemudian ditutup dengan tanah. Sesaat setelah pemupukan tanaman
langsung disiram untuk mencegah kekeringan tunas.
Pada
waktu berumur dua bulan, tanaman dipupuk dengan pupuk kandang sebanyak 0,5
kg/tanaman (10-12,5 ton/ha), 95 kg/ha urea dan 85 kg/ha KCl. Pupuk diberikan
kembali pada waktu umur tanaman mencapai empat bulan berupa urea dan KCl dengan
dosis masing-masing 40 kg/ha. Pupuk diberikan dengan cara disebarkan merata di
dalam larikan pada jarak 20 cm dari pangkal batang tanaman lalu ditutup dengan
tanah.
3.4.9.4.3
Pengairan dan Penyiraman
Pengairan
dilakukan secara rutin pada pagi/sore hari ketika tanaman masih berada pada
masa pertumbuhan awal. Pengairan selanjutnya ditentukan oleh kondisi tanah dan
iklim. Biasanya penyiraman akan lebih banyak dilakukan pada musim kemarau.
Untuk menjaga pertumbuhan tetap baik, tanah tidak boleh berada dalam keadaan
kering.
3.4.9.4.4
Pemulsaan
Sedapat
mungkin pemulsaan dengan jerami dilakukan diawal tanam untuk menghindari
kekeringan tanah, kerusakan struktur tanah (menjadi tidak gembur/padat) dan
mencegah tumbuhnya gulma secara berlebihan. Jerami dihamparkan merata menutupi
permukaan tanah di antara lubang tanaman.
3.4.10 Hama dan Penyakit Tanaman Temulawak
3.4.10.1
Hama
Hama
temulawak adalah ulat jengkal (chrysodeixis chalcites esp.), ulat tanah
(agrotis ypsilon hufn.) dan lalat rimpang (mimegrala coerulenfrons macquart).
pengendaliannya
dengan cara penyemprotan insektisida kiltop 500 ec atau dimilin 25 wp dengan
konsentrasi 0.1-0.2 %.
3.4.10.2
Penyakit
Jamur
Fusarium, Penyebabnya adalah F. oxysporum Schlecht dan Phytium sp. serta
bakteri Pseudomonas sp. Berpotensi untuk menyerang perakaran dan rimpang
temulawak baik di kebun atau setelah panen.
Gejalanya
fusarium menyebabakan busuk akar rimpang dengan gejala daum menguning, layu,
pucuk mengering dan tanaman mati. Akar rimpang menjadi keriput dan berwarna
kehitam-hitaman dan bagian tengahnya membusuk. Jamur Phytium menyebabkan daun
menguning, pangkal batang dan rimpang busuk, berubah warna menjadi coklat dan
akhirnya keseluruhan tanaman menjadi busuk.
Pengendaliannya
dengan cara melakukan pergiliran tanaman yaitu setelah panen tidak menanam
tanaman yang berasal dari keluarga Zingiberaceae. Fungisida yang dapat dipakai
adalah Dimazeb 80 WP atau Dithane M-45 80 WP dengan konsentrasi 0.1 - 0.2 %.
3.4.11
Panen Tanaman Temulawak
3.4.11.1
Ciri dan Umur Panen
Rimpang
dipanen dari tanaman yang telah berumur 9-10 bulan. Tanaman yang siap panen
memiliki daun-daun dan bagian tanaman yang telah menguning dan mengering,
memiliki rimpang besar dan berwarna kuning kecoklatan.
3.4.11.2
Periode Panen
Panen
dilakukan pada akhir masa pertumbuhan tanaman yaitu pada musim kemarau. Saat
panen biasanya ditandai dengan mengeringnya bagian atas tanah. Namun demikian
apabila tidak sempat dipanen pada musim kemarau tahun pertama ini sebaiknya
dilakukan pada musim kemarau tahun berikutnya. Pemanenan pada musim hujan
menyebabkan rusaknya rimpang dan menurunkan kualitas rimpang sehubungan dengan
rendahnya bahan aktif karena lebih banyak kadar airnya. Tanaman yang sehat dan
terpelihara menghasilkan rimpang segar sebanyak 10-20 ton/hektar.
3.4.12
Pascapanen Tanaman Temulawak
3.4.12.1
Penyortiran Basah dan Pencucian
Sortasi
pada bahan segar dilakukan untuk memisahkan rimpang dari kotoran berupa tanah,
sisa tanaman, dan gulma. Setelah selesai, timbang jumlah bahan hasil
penyortiran dan tempatkan dalam wadah plastik untuk pencucian. Pencucian
dilakukan dengan air bersih, jika perlu disemprot dengan air bertekanan tinggi.
Amati air bilasannya dan jika masih terlihat kotor lakukan pembilasan sekali
atau dua kali lagi. Hindari pencucian yang terlalu lama agar kualitas dan
senyawa aktif yang terkandung didalam tidak larut dalam air. Pemakaian air
sungai harus dihindari karena dikhawatirkan telah tercemar kotoran dan banyak
mengandung bakteri/penyakit. Setelah pencucian selesai, tiriskan dalam
tray/wadah yang belubang-lubang agar sisa air cucian yang tertinggal dapat
dipisahkan, setelah itu tempatkan dalam wadah plastik/ember.
3.4.12.2
Perajangan
Jika
perlu proses perajangan, lakukan dengan pisau stainless steel dan alasi bahan
yang akan dirajang dengan talenan. Perajangan rimpang dilakukan melintang
dengan ketebalan kira-kira 5 mm – 7 mm. Setelah perajangan, timbang hasilnya
dan taruh dalam wadah plastik/ember. Perajangan dapat dilakukan secara manual
atau dengan mesin pemotong.
3.4.12.3
Pengeringan
Pengeringan
dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu dengan sinar matahari atau alat
pemanas/oven. pengeringan rimpang dilakukan selama 3 - 5 hari, atau setelah
kadar airnya dibawah 8%. pengeringan dengan sinar matahari dilakukan diatas
tikar atau rangka pengering, pastikan rimpang tidak saling menumpuk. Selama
pengeringan harus dibolak-balik kira-kira setiap 4 jam sekali agar pengeringan
merata. Lindungi rimpang tersebut dari air, udara yang lembab dan dari
bahan-bahan disekitarnya yang bisa mengkontaminasi. Pengeringan di dalam oven
dilakukan pada suhu 50oC - 60oC. Rimpang yang akan dikeringkan ditaruh di atas
tray oven dan pastikan bahwa rimpang tidak saling menumpuk. Setelah
pengeringan, timbang jumlah rimpang yang dihasilkan
3.4.12.4
Penyortiran Kering
Selanjutnya
lakukan sortasi kering pada bahan yang telah dikeringkan dengan cara memisahkan
bahan-bahan dari benda-benda asing seperti kerikil, tanah atau kotoran-kotoran
lain. Timbang jumlah rimpang hasil penyortiran ini (untuk menghitung
rendemennya).
3.4.12.5
Pengemasan
Setelah
bersih, rimpang yang kering dikumpulkan dalam wadah kantong plastik atau karung
yang bersih dan kedap udara (belum pernah dipakai sebelumnya). Berikan label
yang jelas pada wadah tersebut, yang menjelaskan nama bahan, bagian dari
tanaman bahan itu, nomor/kode produksi, nama/alamat penghasil, berat bersih dan
metode penyimpanannya.
3.4.12.6 Penyimpanan
Kondisi
gudang harus dijaga agar tidak lembab dan suhu tidak melebihi 30oC dan gudang
harus memiliki ventilasi baik dan lancar, tidak bocor, terhindar dari
kontaminasi bahan lain yang menurunkan kualitas bahan yang bersangkutan,
memiliki penerangan yang cukup (hindari dari sinar matahari langsung), serta
bersih dan terbebas dari hama gudang.
3.5.1
Teknologi Budidaya Tanaman Kunyit
Tanaman
kunyit tumbuh bercabang dengan tinggi 40-100 cm. Batang merupakan batang semu,
tegak, bulat, membentuk rimpang dengan warna hijau kekuningan dan tersusun dari
pelepah daun (agak lunak). Daun tunggal, bentuk bulat telur (lanset) memanjang
hingga 10-40 cm, lebar 8-12,5 cm dan pertulangan menyirip dengan warna hijau
pucat. Berbunga majemuk yang berambut dan bersisik dari pucuk batang semu,
panjang 10-15 cm dengan mahkota sekitar 3 cm dan lebar 1,5 cm, berwarna
putih/kekuningan. Ujung dan pangkal daun runcing, tepi daun yang rata. Kulit
luar rimpang berwarna jingga kecoklatan, daging buah merah jingga
kekuning-kuningan.
3.5.2 Jenis Tanaman Tanaman Kunyit
Jenis
Curcuma domestica Val, C. domestica Rumph, C. longa Auct, u C. longa Linn,
Amomum curcuma Murs. Ini merupakan
jenis kunyit yang paling terkenal dari jenis kunyit lainnya.
3.5.3
Manfaat Tanaman Tanaman
Kunyit
Di
daerah Jawa, kunyit banyak digunakan sebagai ramuan jamu karena berkhasiat
menyejukkan, membersihkan, mengeringkan, menghilangkan gatal, dan menyembuhkan
kesemutan. Manfaat utama tanaman kunyit, yaitu: sebagai bahan obat tradisional,
bahan baku industri jamu dan kosmetik, bahan bumbu masak, peternakan dll.
Disamping itu rimpang tanaman kunyit itu juga bermanfaat sebagai anti
inflamasi, anti oksidan, anti mikroba, pencegah kanker, anti tumor, dan
menurunkan kadar lemak darah dan kolesterol, serta sebagai pembersih darah.
3.5.4
Sentra Penanaman Tanaman
Kunyit
Di
Indonesia, sentra penanaman kunyit di Jawa Tengah, dengan produksi mencapai
12.323 kg/ha. Di India, Srilanka, Cina, Haiti, dan Jamaika dengan produksi
mencapai > 15 ton/ha.
3.5.5
Syarat Pertumbuhan Tanaman Kunyit
3.5.5.1
Iklim
Tanaman kunyit
dapat tumbuh baik pada daerah yang memiliki intensitas cahaya penuh atau
sedang, sehingga tanaman ini sangat baik hidup pada tempat-tempat terbuka atau
sedikit naungan.
Pertumbuhan
terbaik dicapai pada daerah yang memiliki curah hujan 1000-4000 mm/tahun. Bila
ditanam di daerah curah hujan < 1000 mm/tahun, maka system pengairan harus
diusahakan cukup dan tertata baik. Tanaman ini dapat dibudidayakan sepanjang
tahun. Pertumbuhan yang paling baik adalah pada penanaman awal musim hujan.
Suhu udara yang optimum bagi tanaman ini antara 19-30 oC.
3.5.5.2
Media Tanam
Kunyit tumbuh
subur pada tanah gembur, pada tanah yang dicangkul dengan baik akan
menghasilkan umbi yang berlimpah. Jenis tanah yang diinginkan adalah tanah
ringan dengan bahan organik tinggi, tanah lempung berpasir yang terbebas dari
genangan air/sedikit basa.
3.5.5.3
Ketinggian Tempat
Kunyit
tumbuh baik di dataran rendah (mulai < 240 m dpl) sampai dataran tinggi
(> 2000 m dpl). Produksi optimal + 12 ton/ha dicapai pada ketinggian 45 m
dpl.
3.5.6
Pedoman Budidaya Tanaman
Kunyit
3.5.6.1
Persyaratan Bibit
Bibit
kunyit yang baik berasal dari pemecahan rimpang, karena lebih mudah tumbuh.
Syarat bibit yang baik : berasal dari tanaman yang tumbuh subur, segar, sehat,
berdaun banyak dan hijau, kokoh, terhindar dari serangan penyakit; cukup
umur/berasal dari rimpang yang telah berumur > 7-12 bulan; bentuk, ukuran,
dan warna seragam; memiliki kadar air cukup; benih telah mengalami masa
istirahat (dormansi) cukup; terhindar dari bahan asing (biji tanaman lain,
kulit, kerikil).
3.5.6.2
Penyiapan Bibit
Rimpang
bahan bibit dipotong agar diperoleh ukuran dan dengan berat yang seragam serta
untuk memperkirakan banyaknya mata tunas/rimpang. Bekas potongan ditutup dengan
abu dapur/sekam atau merendam rimpang yang dipotong dengan larutan fungisida
(benlate dan agrymicin) guna menghindari tumbuhnya jamur. Tiap potongan rimpang
maksimum memiliki 1-3 mata tunas, dengan berat antara 20-30 gram dan panjang
3-7 cm.
3.5.6.3
Teknik Penyemaian Bibit
Pertumbuhan
tunas rimpang kunyit dapat dirangsang dengan cara: mengangin-anginkan rimpang
di tempat teduh atau lembab selama 1-1,5 bulan, dengan penyiraman 2 kali sehari
(pagi dan sore hari). Bibit tumbuh baik bila disimpan dalam suhu kamar (25-28 oC).
Selain itu menempatkan rimpang diantara jerami pada suhu udara sekitar 25-28 oC.
dan merendam bibit pada larutan ZPT (zat pengatur tumbuh) selama 3 jam. ZPT
yang sering digunakan adalah larutan atonik (1 cc/1,5 liter air) dan larutan
G-3 (500-700 ppm). Rimpang yang akan direndam larutan ZPT harus dikeringkan
dahulu selama 42 jam pada suhu udara 35 oC. Jumlah anakan atau berat
rimpang dapat ditingkatkan dengan jalan direndam pada larutan pakloburazol
sebanyak 250 ppm.
3.5.6.4
Pemindahan Bibit
Bibit
yang telah siap lalu ditempatkan pada persemaian, dimana rimpang akan muncul
tunas telah tanaman berumur 1-1,5 bulan. Setelah tunas tumbuh 2-3 cm maka
rimpang sudah dapat ditanam di lahan. Pemindahan bibit yang telah bertunas
harus dilakukan secara hati-hati guna menghindari agar tunas yang telah tumbuh
tidak rusak. Bila ada tunas/akar bibit yang saling terkait maka akar tersebut
dipisahkan dengan hati-hati lalu letakkan bibit dalam wadah tertentu untuk
memudahkan pengangkutan bibit ke lokasi lahan. Jika jarak antara tempat
pembibitan dengan lahan jauh maka bibit perlu dilindungi agar tetap lembab dan
segar ketika tiba di lokasi. Selama pengangkutan, bibit yang telah bertunas
jangan ditumpuk.
3.5.7 Pengolahan Media Tanam Tanaman
Kunyit
3.5.7.1 Persiapan Lahan
Lokasi
penanaman dapat berupa lahan tegalan, perkebunan atau pekarangan. Penyiapan
lahan untuk kebun kunyit sebaiknya dilakukan 30 hari sebelum tanam.
3.5.7.2
Pembukaan Lahan
Lahan
yang akan ditanami dibersihkan dari gulma dan dicangkul secara manual atau
menggunakan alat mekanik guna menggemburkan lapisan top soil dan sub soil juga
sekaligus mengembalikan kesuburan tanah. Tanah dicangkul pada kedalaman 20-30
cm kemudian diistirahatkan selama 1-2 minggu agar gas-gas beracun yang ada
dalam tanah menguap dan bibit penyakit/hama yang ada mati karena terkena sinar
matahari.
3.5.7.3
Pembentukan Bedengan
Lahan
kemudian dibedeng dengan lebar 60-100 cm dan tinggi 25-45 cm dengan jarak antar
bedengan 30-50 cm.
3.5.7.4
Pemupukan (sebelum tanam)
Untuk
mempertahankan kegemburan tanah, meningkatkan unsur hara dalam tanah, drainase,
dan aerasi yang lancar, dilakukan dengan menaburkan pupuk dasar (pupuk kandang)
ke dalam lahan/dalam lubang tanam dan dibiarkan 1 minggu. Tiap lubang tanam
membutuhkan pupuk kandang 2,5-3 kg.
3.5.8
Teknik Penanaman
Kebutuhan
bibit kunyit/hektar lahan adalah 0,50-0,65 ton. Maka diharapkan akan diperoleh
produksi rimpang sebesar 20-30 ton/ha.
3.5.8.1
Penentuan Pola Tanaman
Bibit
kunyit yang telah disiapkan kemudian ditanam ke dalam lubang berukuran 5-10 cm
dengan arah mata tunas menghadap ke atas. Tanaman kunyit ditanam dengan dua
pola, yaitu penanaman di awal musim hujan dengan pemanenan di awal musim
kemarau (7-8 bulan) atau penanaman di awal musim hujan dan pemanenan dilakukan
dengan dua kali musim kemarau (12-18 bulan). Kedua pola tersebut dilakukan pada
masa tanam yang sama, yaitu pada awal musim penghujan. Perbedaannya hanya
terletak pada masa panennya.
3.5.8.2
Pembutan Lubang Tanam
Lubang
tanam dibuat di atas bedengan/petakan dengan ukuran lubang 30 x 30 cm dengan
kedalaman 60 cm. Jarak antara lubang adalah 60 x 60 cm.
3.5.8.3
Cara Penanaman
Teknik
penanaman dengan perlakuan stek rimpang dalam nitro aromatik sebanyak 1
ml/liter pada media yang diberi mulsa ternyata berpengaruh nyata terhadap
pertumbuhan dan vegetatif kunyit, sedangkan penggunaan zat pengatur tumbuh IBA
(indolebutyric acid) sebanyak 200 mg/liter pada media yang sama berpengaruh
nyata terhadap pembentukan rimpang kunyit.
3.5.8.4
Perioda Tanam
Masa tanam
kunyit yaitu pada awal musim hujan sama seperti tanaman rimpang-rimpangan
lainnya. Hal ini dimungkinkan karena tanaman muda akan membutuhkan air cukup
banyak untuk pertumbuhannya. Walaupun rimpang tanaman ini nantinya dipanen muda
yaitu 7 – 8 bulan tetapi pertanaman selanjutnya tetap diusahakan awal musim
hujan.
3.5.9
Pemeliharaan Tanaman Kunyit
3.5.9.1
Penyulaman
Apabila
ada rimpang kunyit yang tidak tumbuh atau pertumbuhannya buruk, maka dilakukan
penanaman susulan (penyulaman) rimpang lain yang masih segar dan sehat.
3.5.9.2
Penyiangan
Penyiangan
dan pembubunan perlu dilakukan untuk menghilangkan rumput liar (gulma) yang mengganggu
penyerapan air, unsur hara dan mengganggu perkembangan tanaman. Kegiatan ini
dilakukan 3-5 kali bersamaan dengan pemupukan dan penggemburan tanah.
Penyiangan pertama dilakukan pada saat tanaman berumur ½ bulan dan bersamaan
dengan ini maka dilakukan pembubunan guna merangsang rimpang agar tumbuh besar
dan tanah tetap gembur.
3.5.9.3
Pembubunan
Seperti
halnya tanaman rimpang lainnya, pada kunyit pekerjaan pembubunan ini diperlukan
untuk menimbun kembali daerah perakaran dengan tanah yang melorot terbawa air. Pembubunan
bermanfaat untuk memberikan kondisi media sekitar perakaran lebih baik sehingga
rimpang akan tumbuh subur dan bercabang banyak. Pembubunan biasanya dilakukan
setelah kegiatan penyiangan dan biasanya dilakukan secara rutin setiap 3 – 4
bulan sekali.
3.5.9.4
Pemupukan
3.5.9.4.1 Pemupukan Organik
Penggunaan
pupuk kandang dapat meningkatkan jumlah anakan, jumlah daun, dan luas area daun
kunyit secara nyata. Kombinasi pupuk kandang sebanyak 45 ton/ha dengan populasi
kunyit 160.000/ha menghasilkan produksi sebanyak 29,93 ton/ha.
3.5.9.4.2 Pemupukan Konvensional
Selain
pupuk dasar (pada awal penanaman), tanaman kunyit perlu diberi pupuk susulan
kedua (pada saat tanaman berumur 2-4 bulan). Pupuk dasar yang digunakan adalah
pupuk organik 15-20 ton/ha. Pemupukan tahap kedua digunakan pupuk kandang dan pupuk
buatan (urea 20 gram/pohon; TSP 10 gram/pohon; dan ZK 10 gram/pohon), serta K2O
(112 kg/ha) pada tanaman yang berumur 4 bulan. Dengan pemberian pupuk ini
diperoleh peningkatan hasil sebanyak 38% atau 7,5 ton rimpang segar/ha.
Pemupukan juga dilakukan dengan pupuk nitrogen (60 kg/ha), P2O5 (50 kg/ha), dan
K2O (75 kg/ha). Pupuk P diberikan pada awal tanam, pupuk N dan K diberikan pada
awal tanam (1/3 dosis) dan sisanya (2/3 dosis) diberikan pada saat tanaman
berumur 2 bulan dan 4 bulan. Pupuk diberikan dengan ditebarkan secara merata di
sekitar tanaman atau dalam bentuk alur dan ditanam di sela-sela tanaman.
3.5.9.5 Pengairan dan Penyiraman
Tanaman
kunyit termasuk tanaman tidak tahan air. Oleh sebab itu drainase dan pengaturan
pengairan perlu dilakukan secermat mungkin, agar tanaman terbebas dari genangan
air sehingga rimpang tidak membusuk. Perbaikan drainase baik untuk melancarkan
dan mengatur aliran air serta sebagai penyimpan air di saat musim kemarau.
3.5.9.6
Pemulsaan
Sedapat mungkin
pemulsaan dengan jerami dilakukan diawal tanam untuk menghindari kekeringan
tanah, kerusakan struktur tanah (menjadi tidak gembur/padat) dan mencegah tumbuhnya
gulma secara berlebihan. Jerami dihamparkan merata menutupi permukaan tanah di
antara lubang tanaman.
3.5.10
Hama dan Penyakit Tanaman Kunyit
3.5.10.1
Hama
Ulat
penggerek akar (Dichcrosis puntifera.)
Gejalanya pada pangkal akar dimana tunas daun menjadi layu dan lama kelamaan
tunas menjadi kering lalu membusuk.
Pengendaliannya
dengan cara tanaman disemprot/ditaburkan insektisida furadan G-3.
3.5.10.2
Penyakit
Busuk
bakteri rimpang Penyebabnya oleh kurang baik sistem pengairan (drainase) atau
disebabkan oleh rimpang yang terluka akibat alat-alat pertanian, sehingga luka
rimpang kemasukan cendawan.
Gejalanya
kulit akar tanaman menjadi keriput dan mengelupas, kemudian rimpang lama
kelamaan membusuk dan keropos.
Pengendaliannya
dengan cara mencegah terjadi genangan air pada lahan, mencegah terlukanya
rimpang dan penyemprotan fungisida dithane M-45.
3.5.11
Panen Tanaman Kunyit
3.5.11.1
Ciri dan Umur Panen
Tanaman
kunyit siap dipanen pada umur 8-18 bulan, saat panen yang terbaik adalah pada
umur tanaman 11-12 bulan, yaitu pada saat gugurnya daun kedua. Saat itu
produksi yang diperoleh lebih besar dan lebih banyak bila dibandingkan dengan
masa panen pada umur kunyit 7-8 bulan. Ciri-ciri tanaman kunyit yang siap panen
ditandai dengan berakhirnya pertumbuhan vegetatif, seperti terjadi
kelayuan/perubahan warna daun dan batang yang semula hijau berubah menjadi
kuning (tanaman kelihatan mati).
3.5.11.2
Cara Panen
Pemanenan
dilakukan dengan cara membongkar rimpang dengan cangkul/garpu. Sebelum
dibongkar, batang dan daun dibuang terlebih dahulu. Selanjutnya rimpang yang
telah dibongkar dipisahkan dari tanah yang melekat lalu dimasukkan dalam karung
agar tidak rusak.
3.5.11.3
Periode Panen
Panen
kunyit dilakukan dimusim kemarau karena pada saat itu sari/zat yang terkandung
didalamnya mengumpul. Selain itu kandungan air dalam rimpang sudah sedikit
sehingga memudahkan proses pengeringannya.
3.5.11.4
Perkiraan Hasil Panen
Berat
basah rimpang bersih/rumpun yang diperoleh dari hasil panen mencapai 0,71 kg.
Produksi rimpang segar/ha biasanya antara 20-30 ton.
3.5.12
Pascapanen Tanaman Kunyit
3.5.12.1
Penyortiran Basah dan Pencucian
Sortasi
pada bahan segar dilakukan untuk memisahkan rimpang dari kotoran berupa tanah,
sisa tanaman, dan gulma. Setelah selesai, timbang jumlah bahan hasil
penyortiran dan tempatkan dalam wadah plastik untuk pencucian.
Pencucian
dilakukan dengan air bersih, jika perlu disemprot dengan air bertekanan tinggi.
Amati air bilasannya dan jika masih terlihat kotor lakukan pembilasan sekali
atau dua kali lagi. Hindari pencucian yang terlalu lama agar kualitas dan
senyawa aktif yang terkandung didalam tidak larut dalam air. Pemakaian air
sungai harus dihindari karena dikhawatirkan telah tercemar kotoran dan banyak
mengandung bakteri/penyakit. Setelah pencucian selesai, tiriskan dalam
tray/wadah yang belubang-lubang agar sisa air cucian yang tertinggal dapat
dipisahkan, setelah itu tempatkan dalam wadah plastik/ember.
3.5.12.2
Perajangan
Jika
perlu proses perajangan, lakukan dengan pisau stainless steel dan alasi bahan
yang akan dirajang dengan talenan. Perajangan rimpang dilakukan melintang
dengan ketebalan kira-kira 5 mm – 7 mm. Setelah perajangan, timbang hasilnya
dan taruh dalam wadah plastik/ember. Perajangan dapat dilakukan secara manual
atau dengan mesin pemotong.
3.5.12.3
Pengeringan
Pengeringan
dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu dengan sinar matahari atau alat
pemanas/oven. pengeringan rimpang dilakukan selama 3 - 5 hari, atau setelah
kadar airnya dibawah 8%. pengeringan dengan sinar matahari dilakukan diatas
tikar atau rangka pengering, pastikan rimpang tidak saling menumpuk. Selama
pengeringan harus dibolak-balik kira-kira setiap 4 jam sekali agar pengeringan
merata. Lindungi rimpang tersebut dari air, udara yang lembab dan dari
bahan-bahan disekitarnya yang bisa mengkontaminasi. Pengeringan di dalam oven
dilakukan pada suhu 50oC - 60oC. Rimpang yang akan
dikeringkan ditaruh di atas tray oven dan pastikan bahwa rimpang tidak saling
menumpuk. Setelah pengeringan, timbang jumlah rimpang yang dihasilkan
3.5.12.4 Penyortiran Kering
Selanjutnya
lakukan sortasi kering pada bahan yang telah dikeringkan dengan cara memisahkan
bahan-bahan dari benda-benda asing seperti kerikil, tanah atau kotoran-kotoran
lain. Timbang jumlah rimpang hasil penyortiran ini (untuk menghitung
rendemennya).
3.5.12.5 Penyimpanan
Kondisi
gudang harus dijaga agar tidak lembab dan suhu tidak melebihi 30oC
dan gudang harus memiliki ventilasi baik dan lancar, tidak bocor, terhindar
dari kontaminasi bahan lain yang menurunkan kualitas bahan yang bersangkutan,
memiliki penerangan yang cukup (hindari dari sinar matahari langsung), serta
bersih dan terbebas dari hama gudang.
BAB
IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Jahe merupakan tanaman obat berupa tumbuhan
rumpun berbatang semu. Jahe berasal dari Asia Pasifik yang tersebar dari India
sampai Cina. Oleh karena itu kedua bangsa ini disebut-sebut sebagai bangsa yang
pertama kali memanfaatkan jahe terutama sebagai bahan minuman, bumbu masak dan
obat-obatan tradisional. Jahe termasuk dalam suku temu-temuan (Zingiberaceae),
se-famili dengan temu-temuan lainnya seperti temu lawak (Cucuma xanthorrizha),
temu hitam (Curcuma aeruginosa), kunyit (Curcuma domestica), kencur (Kaempferia
galanga), lengkuas (Languas galanga) dan lain-lain. Nama daerah jahe antara
lain halia (Aceh), beeuing (Gayo), bahing (Batak Karo), sipodeh (Minangkabau),
jahi (Lampung), jahe (Sunda), jae (Jawa dan Bali), jhai (Madura), melito (Gorontalo),
geraka (Ternate), dsb (Santoso,Hieronimus Budi .1998). Setiap
tanaman mempunyai syarat pertumbuhan dan perlakuan pemupukan yang berbeda
seusai dengan jenis dan pertumbuhan tanaman yang dibudidayakan.
4.2 Saran
Dalam melakukan teknologi budidaya tanaman
biofarmata ini harus memperhatikan syarat pertumbuhan, pemupukan, kondisi media
tanamnya, serta kondisi bibitnya yang
bagus sehingga dalam melakukan teknologi budidaya tanaman biofarmata ini didapatkan
hasil yang maksimal dengan meperhatikan pemilihan bibit yang tepat serta
perlakuan pemupukan yang sesuai terutama secara cukup dan seimbang.
\
DAFTAR PUSTAKA
Soetajie,S.1993.
Budidaya jahe. Sari Ilmu. Yogyakarta
Sumarno,M.
1991. Jahe. Guna Dharma Karya. Bandung.
Ngalim,
puwanto. 2000. Tanaman obat. Bandung : Rosda Karya
Huharsimi,
arikunto. 2002. Evolusi pendidikan. Yogyakarta: Bina Aksara
Santoso,Hieronimus Budi .1998. Tanaman
Obat Keluarga.Yogyakarta:Teknologi Tepat Guna
Mahendra.
B. 2005. 13 Jenis Tanaman Obat Ampuh. Penebar Swadaya. Jakarta.
Bangun.
A. 2012. Ensiklopedia Tanaman Obat Indonesia. Penerbit IPH. Bandung.
Yatin.
W. 2003. Kamus Biologi. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta
Siwabessy. R. 2009.
Tinjauan Tentang Persepsi Masyarakat Mengenai Cara Pemanfaatan Dan Pengolahan
Tanaman Obat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar