Selasa, 22 Mei 2018

BUDIDAYA TANAMAN OBAT-OBATAN (BIOFARMATA) di DATARAN RENDAH


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Jahe merupakan salah satu tanaman yang memiiki banyak sekali manfaat dan fungsi dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Telah lama di negara Indonesia mengenal tanaman jahe. Dari zaman sebelum masa penjajahan, Indonesia adalah salah satu negara pengahasil rempah-rempah yang sangat baik kwalitasnya di dunia,salah satu rempah rempah tersebut  adalah jahe. Tanaman jahe sangat baik tumbuh dan berkembang d Indonesia. Karena tanah dan iklim yang cocok, curah hujan yang cukup dapat menunjang pertumbuhan jahe dengan baik.
Tanaman jahe paling cocok ditanam pada tanah yang subur, gembur dan banyak mengandung humus. Tekstur tanah yang baik adalah lempung berpasir, liat berpasir. Tanah di Indonesia memiliki tesktur tanah yang gembur dan memiliki kandungan humus yang besar, karena di Indonesia banyak memiliki gunung berapi yang limpahan dan luberan dari gunung merapi mengandung banyak humus.  Jahe  tumbuh baik di daerah tropis dan subtropis dengan ketinggian 0- 2.000 m dpl Di Indonesia pada umumnya ditanam pada ketinggian 200 – 600 m dpl. Rata-rata lahan pertanian di Indonesia sekitar 10-2000 m dpl,jadi sangat cocok dalam budidaya tanaman jahe.
Selanjutnya jika kita ingin membudidayakan lengkuas, juga tidak terlalu sulit. Pada dasarnya lengkuas menyukai tanah yang gembur, sedikit lembab tetapi tidak tergenang air. Agar pertumbuhannya bagus, sebaiknya tidak terkena sinar matahari langsung, itu akan membuatnya lebih sehat dan produktif. Untuk pembibitan, bisa menggunakan bijinya yang disemai, namun pada umumnya orang lebih senang menggunakan rimpang lengkuas sarana perbanyakan.
Kemudian tanaman Kencur (Kaempferia galangal L) sudah sejak lama dikenal dan ditanam di Indonesia. Tanaman ini diperkirakan berasal dari daerah Asia Tropika. Sebagian kalangan menduga bahwa asal usul kencur adalah kawasan Indo-Malaysia. Tetapi sumber literatur lainnya memastikan bahwa asal tanaman kencur adalah dari India.
Lalu daerah penyebaran kencur meluas ke kawasan Asia Tenggara dan Cina.Dalam perkembangan selanjutnya, diketahui bahwa keluarga Zingiberaceae ini meliputi 47 genera dan 1.400 spesies yang tersebar luas di daerah tropik dan subtropik. Diantara sejumlah genera dan spesies tersebut, terdapat 13-17 jenis temu-temuan yang dipakai dalam obat tradisional.
Serta temulawak merupakan tanaman obat berupa tumbuhan rumpun berbatang semu. Di daerah Jawa Barat temulawak disebut sebagai koneng gede sedangkan di Madura disebut sebagai temu lobak. Kawasan Indo-Malaysia merupakan tempat dari mana temulawak ini menyebar ke seluruh dunia. Saat ini tanaman ini selain di Asia Tenggara dapat ditemui pula di Cina, IndoCina, Bardabos, India, Jepang, Korea, di Amerika Serikat dan Beberapa Negara Eropa.
Dan tanaman kunyit tumbuh bercabang dengan tinggi 40-100 cm. Batang merupakan batang semu, tegak, bulat, membentuk rimpang dengan warna hijau kekuningan dan tersusun dari pelepah daun (agak lunak). Daun tunggal, bentuk bulat telur (lanset) memanjang hingga 10-40 cm, lebar 8-12,5 cm dan pertulangan menyirip dengan warna hijau pucat. Berbunga majemuk yang berambut dan bersisik dari pucuk batang semu, panjang 10-15 cm dengan mahkota sekitar 3 cm dan lebar 1,5 cm, berwarna putih/kekuningan. Ujung dan pangkal daun runcing, tepi daun yang rata. Kulit luar rimpang berwarna jingga kecoklatan, daging buah merah jingga kekuning-kuningan.


1.2 Rumusan Masalah
1. Apa saja macam-macam tanaman biofarmata ?
2. Apa saja teknologi budidaya tanaman jahe, kunyit, kencur, kunyit, dan temulawak ?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui apa saja macam-macam tanaman biofarmata
 2. Untuk mengetahui apa saja teknologi budidaya tanaman jahe, kencur, kunyit dan temulawak











BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sejarah Singkat
Jahe merupakan tanaman obat berupa tumbuhan rumpun berbatang semu. Jahe berasal dari Asia Pasifik yang tersebar dari India sampai Cina. Oleh karena itu kedua bangsa ini disebut-sebut sebagai bangsa yang pertama kali memanfaatkan jahe terutama sebagai bahan minuman, bumbu masak dan obat-obatan tradisional. Jahe termasuk dalam suku temu-temuan (Zingiberaceae), se-famili dengan temu-temuan lainnya seperti temu lawak (Cucuma xanthorrizha), temu hitam (Curcuma aeruginosa), kunyit (Curcuma domestica), kencur (Kaempferia galanga), lengkuas (Languas galanga) dan lain-lain. Nama daerah jahe antara lain halia (Aceh), beeuing (Gayo), bahing (Batak Karo), sipodeh (Minangkabau), jahi (Lampung), jahe (Sunda), jae (Jawa dan Bali), jhai (Madura), melito (Gorontalo), geraka (Ternate), dsb (Santoso,Hieronimus Budi .1998).
2.2 Uraian Tanaman
2.2.1 Klasifikasi
Divisi         : Spermatophyta
Sub-divisi  : Angiospermae
Kelas         : Monocotyledoneae
Ordo          : Zingiberales
Famili        : Zingiberaceae
Genus        : Zingiber
Species      : Zingiber officinale
2.2.2 Sentra Penanaman
Terdapat di seluruh Indonesia, ditanam di kebun dan di pekarangan. Pada saat ini jahe telah banyak dibudidayakan di Australia, Srilangka, Cina, Mesir, Yunani, India, Indonesia, Jamaika, Jepang, Meksiko, Nigeria, Pakistan. Jahe dari Jamaika mempunyai kualitas




BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Macam-macam Teknologi Budidaya Tanaman Biofarmata
3.1.1 Teknologi Budidaya Tanaman Jahe
Tanaman jahe paling cocok ditanam pada tanah yang subur, gembur dan banyak mengandung humus. Tekstur tanah yang baik adalah lempung berpasir, liat berpasir. Tanah di Indonesia memiliki tesktur tanah yang gembur dan memiliki kandungan humus yang besar, karena di Indonesia banyak memiliki gunung berapi yang limpahan dan luberan dari gunung merapi mengandung banyak humus.  Jahe  tumbuh baik di daerah tropis dan subtropis dengan ketinggian 0- 2.000 m dpl Di Indonesia pada umumnya ditanam pada ketinggian 200 – 600 m dpl. Rata-rata lahan pertanian di Indonesia sekitar 10-2000 m dpl,jadi sangat cocok dalam budidaya tanaman jahe (Sumarno,M. 1991).
Terna berbatang semu, tinggi 30 cm sampai 1 m, rimpang bila dipotong berwarna kuning atau jingga. Daun sempit, panjang 15 – 23 mm, lebar 8 – 15 mm ; tangkai daun berbulu, panjang 2 – 4 mm ; bentuk lidah daun memanjang, panjang 7,5 – 10 mm, dan tidak berbulu; seludang agak berbulu. Perbungaan berupa malai tersembul dipermukaan tanah, berbentuk tongkat atau bundar telur yang sempit, 2,75 – 3 kali lebarnya, sangat tajam ; panjang malai 3,5 – 5 cm, lebar 1,5 – 1,75 cm ; gagang bunga hampir tidak berbulu, panjang 25 cm, rahis berbulu jarang ; sisik pada gagang terdapat 5 – 7 buah, berbentuk lanset, letaknya berdekatan atau rapat, hampir tidak berbulu, panjang sisik 3 – 5 cm; daun pelindung berbentuk bundar telur terbalik, bundar pada ujungnya, tidak berbulu, berwarna hijau cerah, panjang 2,5 cm, lebar 1 – 1,75 cm ; mahkota bunga berbentuk tabung 2 – 2,5 cm, helainya agak sempit, berbentuk tajam, berwarna kuning kehijauan, panjang 1,5 – 2,5 mm, lebar 3 – 3,5 mm, bibir berwarna ungu, gelap, berbintik-bintik berwarna putih kekuningan, panjang 12 – 15 mm ; kepala sari berwarna ungu, panjang 9 mm ; tangkai putik 2.
3.1.2 Jenis Tanaman Jahe
Jahe dibedakan menjadi 3 jenis berdasarkan ukuran, bentuk dan warna rimpangnya. Umumnya dikenal 3 varietas jahe, yaitu (1) jahe putih/kuning besar atau disebut juga jahe gajah atau jahe badak Rimpangnya lebih besar dan gemuk, ruas rimpangnya lebih menggembung dari kedua varietas lainnya. Jenis jahe ini bias dikonsumsi baik saat berumur muda maupun berumur tua, baik sebagai jahe segar maupun jahe olahan, (2) jahe putih/kuning kecil atau disebut juga jahe sunti atau jahe emprit Ruasnya kecil, agak rata sampai agak sedikit menggembung. Jahe ini selalu dipanen setelah berumur tua. Kandungan minyak atsirinya lebih besar dari pada jahe gajah, sehingga rasanya lebih pedas, disamping seratnya tinggi. Jahe ini cocok untuk ramuan obat-obatan, atau untuk diekstrak oleoresin dan minyak atsirinya, (3) jahe merah. Rimpangnya berwarna merah dan lebih kecil dari pada jahe putih kecil sama seperti jahe kecil, jahe merah selalu dipanen setelah tua, dan juga memiliki kandungan minyak atsiri yang sama dengan jahe kecil, sehingga cocok untuk ramuan obat-obatan.
3.1.3 Manfaat Tanaman Jahe
Rimpang jahe dapat digunakan sebagai bumbu masak, pemberi aroma dan rasa pada makanan seperti roti, kue, biskuit, kembang gula dan berbagai minuman. Jahe juga dapat digunakan pada industri obat, minyak wangi, industri jamu tradisional, diolah menjadi asinan jahe, dibuat acar, lalap, bandrek, sekoteng dan sirup. Dewasa ini para petani cabe menggunakan jahe sebagai pestisida alami. Dalam perdagangan jahe dijual dalam bentuk segar, kering, jahe bubuk dan awetan jahe. Disamping itu terdapat hasil olahan jahe seperti: minyak astiri dan koresin yang diperoleh dengan cara penyulingan yang berguna sebagai bahan pencampur dalam minuman beralkohol, es krim, campuran sosis dan lain-lain (Siwabessy. R. 2009).

3.1.4 Syarat Pertumbuhan Tanaman Jahe
3.1.4 1 Iklim
Adapun faktor-faktor sayarat pertumbuhan yang berhubungan dengan iklim yaitu; (1)   tanaman jahe membutuhkan curah hujan relatif tinggi, yaitu antara 2.500-4.000 mm/tahun, (2) pada umur 2,5 sampai 7 bulan atau lebih tanaman jahe memerlukan sinar matahari. dengan kata lain penanaman jahe dilakukan di tempat yang terbuka sehingga mendapat sinar matahari sepanjang hari, (3) suhu udara optimum untuk budidaya tanaman jahe antara 20-35 oC.
3.1.4.2 Media Tanam
Adapun media tanam yang diperlukan yaitu;  (1) tanaman jahe paling cocok ditanam pada tanah yang subur, gembur dan banyak mengandung humus, (2) tekstur tanah yang baik adalah lempung berpasir, liat berpasir dan tanah laterik, (3) tanaman jahe dapat tumbuh pada keasaman tanah (pH) sekitar 4,3-7,4. Tetapi keasaman tanah (pH) optimum untuk jahe gajah adalah 6,8-7,0.

3.1.4.3 Ketinggian Tempat
Adapun ketinggian tempat yang diperlukan yaitu; (1) jahe tumbuh baik di daerah tropis dan subtropis dengan ketinggian 0 - 2.000 m dpl, (2) di Indonesia pada umumnya ditanam pada ketinggian 200 - 600 m dpl.
3.1.5 Pedoman Budidaya Tanaman Jahe
3.1.5.1 Pembibitan
3.1.5.2 Persyaratan Bibit
Bibit berkualitas adalah bibit yang memenuhi syarat mutu genetik, mutu fisiologik (persentase tumbuh yang tinggi), dan mutu fisik. Yang dimaksud dengan mutu fisik adalah bibit yang bebas hama dan penyakit. Oleh karena itu kriteria yang harus dipenuhi antara lain;(a)bahan bibit diambil langsung dari kebun (bukan dari pasar),(b) dipilih bahan bibit dari tanaman yang sudah tua (berumur 9-10 bulan)(c) dipilih pula dari tanaman yang sehat dan kulit rimpang tidak terluka atau lecet.
3.1.5.3 Teknik Penyemaian Bibit
Untuk pertumbuhan tanaman yang serentak atau seragam, bibit jangan langsung ditanam sebaiknya terlebih dahulu dikecambahkan. Penyemaian bibit dapat dilakukan dengan peti kayu atau dengan bedengan. Penyemaian pada peti kayu; rimpang jahe yang baru dipanen dijemur sementara (tidak sampai kering), kemudian disimpan sekitar 1-1,5 bulan. Patahkan rimpang tersebut dengan tangan dimana setiap potongan memiliki 3-5 mata tunas dan dijemur ulang 1/2-1 hari. Selanjutnya potongan bakal bibit tersebut dikemas ke dalam karung beranyaman jarang, lalu dicelupkan dalam larutan fungisida dan zat pengatur tumbuh sekitar 1 menit kemudian keringkan. Setelah itu dimasukkan kedalam peti kayu. Lakukan cara penyemaian dengan peti kayu sebagai berikut: pada bagian dasar peti kayu diletakkan bakal bibit selapis, kemudian di atasnya diberi abu gosok atau sekam padi, demikian seterusnya sehingga yang paling atas adalah abu gosok atau sekam padi tersebut. Setelah 2-4 minggu lagi, bibit jahe tersebut sudah disemai.
Penyemaian pada bedengan; buat rumah penyemaian sederhana ukuran 10 x 8 m untuk menanam bibit 1 ton (kebutuhan jahe gajah seluas 1 ha). Di dalam rumah penyemaian tersebut dibuat bedengan dari tumpukan jerami setebal 10 cm. Rimpang bakal bibit disusun pada bedengan jerami lalu ditutup jerami, dan di atasnya diberi rimpang lalu diberi jerami pula, demikian seterusnya, sehingga didapatkan 4 susunan lapis rimpang dengan bagian atas berupa jerami. Perawatan bibit pada bedengan dapat dilakukan dengan penyiraman setiap hari dan sesekali disemprot dengan fungisida. Setelah 2 minggu, biasanya rimpang sudah bertunas. Bila bibit bertunas dipilih agar tidak terbawa bibit berkualitas rendah. Bibit hasil seleksi itu dipatah-patahkan dengan tangan dan setiap potongan memiliki 3-5 mata tunas dan beratnya 40-60 gram.
3.1.5.4 Penyiapan Bibit
Sebelum ditanam, bibit harus dibebaskan dari ancaman penyakit dengan cara bibit tersebut dimasukkan ke dalam karung dan dicelupkan ke dalam larutan fungisida sekitar 8 jam. Kemudian bibit dijemur 2-4 jam, barulah ditanam.
3.1.6. Pengolahan Media Tanam Tanaman Jahe
3.1.6.1 Persiapan Lahan
Untuk mendapatkan hasil panen yang optimal harus diperhatikan syaratsyarat tumbuh yang dibutuhkan tanaman jahe. Bila keasaman tanah yang ada tidak sesuai dengan keasaman tanah yang dibutuhkan tanaman jahe, maka harus ditambah atau dikurangi keasaman dengan kapur.
3.1.6.2 Pembukaan Lahan
Pengolahan tanah diawali dengan dibajak sedalam kurang lebih dari 30 cm dengan tujuan untuk mendapatkan kondisi tanah yang gembur atau remah dan membersihkan tanaman pengganggu. Setelah itu tanah dibiarkan 2-4 minggu agar gas-gas beracun menguap serta bibit penyakit dan hama akan mati terkena sinar matahari. Apabila pada pengolahan tanah pertama dirasakan belum juga gembur, maka dapat dilakukan pengolahan tanah yang kedua sekitar 2-3 minggu sebelum tanam dan sekaligus diberikan pupuk kandang dengan dosis 1.500-2.500 kg.

3.1.6.3 Pembentukan Bedengan
Pada daerah-daerah yang kondisi air tanahnya jelek dan sekaligus untuk mencegah terjadinya genangan air, sebaiknya tanah diolah menjadi bedengan-bedengan dengan ukuran tinggi 20-30 cm, lebar 80-100 cm, sedangkan anjangnya disesuaikan dengan kondisi lahan.
3.1.6.4 Pengapuran
Pada tanah dengan pH rendah, sebagian besar unsur-unsur hara didalamnya, Terutama fosfor (p) dan calcium (Ca) dalam keadaan tidak tersedia atau sulit diserap. Kondisi tanah yang masam ini dapat menjadi media perkembangan beberapa cendawan penyebab penyakit fusarium sp dan pythium sp. Pengapuran juga berfungsi menambah unsur kalium yang sangat diperlukan tanaman untuk mengeraskan bagian tanaman yang berkayu, merangsang pembentukan bulu-bulu akar, mempertebal dinding sel buah dan merangsang pembentukan biji. Derajat keasaman < 4 (paling asam): kebutuhan dolomit > 10 ton/ha, derajat keasaman 5 (asam): kebutuhan dolomit 5.5 ton/ha, derajat keasaman 6 (agak asam): kebutuhan dolomit 0.8 ton/ha.
3.1.7 Teknik Penanaman  Tanaman Jahe
3.1.7.1 Penentuan Pola Tanaman 
Pembudidayaan jahe secara monokultur pada suatu daerah tertentu memang dinilai cukup rasional, karena mampu memberikan produksi dan produksi tinggi. Namun di daerah, pembudidayaan tanaman jahe secara monokultur kurang dapat diterima karena selalu menimbulkan kerugian. Penanaman jahe secara tumpangsari dengan tanaman lain mempunyai keuntungan-keuntungan sebagai berikut; (a) Mengurangi kerugian yang disebabkan naik turunnya harga, (b) Menekan biaya kerja, seperti: tenaga kerja pemeliharaan tanaman, (c) Meningkatkan produktivitas lahan, (d) Memperbaiki sifat fisik dan mengawetkan tanah akibat rendahnya pertumbuhan gulma (tanaman pengganggu).
Praktek di lapangan, ada jahe yang ditumpangsarikan dengan sayur-sayuran, seperti ketimun, bawang merah, cabe rawit, buncis dan lain-lain. Ada juga yang ditumpangsarikan dengan palawija, seperti jagung, kacang tanah dan beberapa kacang-kacangan lainnya.
3.1.7.2 Pembuatan Lubang Tanam
Untuk menghindari pertumbuhan jahe yang jelek, karena kondisi air tanah yang buruk, maka sebaiknya tanah diolah menjadi bedengan-bedengan. Selanjutnya buat lubang-lubang kecil atau alur sedalam 3-7,5 cm untuk menanam bibit.
3.1.7.3 Cara Penanaman
Cara penanaman dilakukan dengan cara melekatkan bibit rimpang secara rebah ke dalam lubang tanam atau alur yang sudah disiapkan.
3.1.7.4 Perioda Tanam
Penanaman jahe sebaiknya dilakukan pada awal musim hujan sekitar bulan September dan Oktober. Hal ini dimungkinkan karena tanaman muda akan membutuhkan air cukup banyak untuk pertumbuhannya.

3.1.8 Pemeliharaan Tanaman Tanaman Jahe
3.1.8.1 Penyulaman
Sekitar 2-3 minggu setelah tanam, hendaknya diadakan untuk melihat rimpang yang mati. Bila demikian harus segera dilaksanakan penyulaman gar pertumbuhan bibit sulaman itu tidak jauh tertinggal dengan tanaman lain, maka sebaiknya dipilih bibit rimpang yang baik serta pemeliharaan yang benar.
3.1.8.2 Penyiangan
Penyiangan pertama dilakukan ketika tanaman jahe berumur 2-4 minggu kemudian dilanjutkan 3-6 minggu sekali. Tergantung pada kondisi tanaman pengganggu yang tumbuh. Namun setelah jahe berumur 6-7 bulan, sebaiknya tidak perlu dilakukan penyiangan lagi, sebab pada umur tersebut rimpangnya mulai besar.
3.1.8.3 Pembubunan
Tanaman jahe memerlukan tanah yang peredaran udara dan air dapat berjalan dengan baik, maka tanah harus digemburkan. Disamping itu tujuan pembubunan untuk menimbun rimpang jahe yang kadang-kadang muncul ke atas permukaan tanah. Apabila tanaman jahe masih muda, cukup tanah dicangkul tipis di sekeliling rumpun dengan jarak kurang lebih 30 cm. Pada bulan berikutnya dapat diperdalam dan diperlebar setiap kali pembubunan akan berbentuk gubidan dan sekaligus terbentuk sistem pengairan yang berfungsi untuk menyalurkan kelebihan air.
Pertama kali dilakukan pembumbunan pada waktu tanaman jahe berbentuk rumpun yang terdiri atas 3-4 batang semu, umumnya pembubunan dilakukan 2-3 kali selama umur tanaman jahe. Namun tergantung kepada kondisi tanah dan banyaknya hujan.
3.1.8.4 Pemupukan
3.1.8.4.1 Pemupukan Organik
Pada pertanian organik yang tidak menggunakan bahan kimia termasuk pupuk buatan dan obat-obatan, maka pemupukan secara organik yaitu dengan menggunakan pupuk kompos organik atau pupuk kandang dilakukan lebih sering dibanding kalau kita menggunakan pupuk buatan. Adapun pemberian pupuk kompos organik ini dilakukan pada awal pertanaman pada saat pembuatan guludan sebagai pupuk dasar sebanyak 60 – 80 ton per hektar yang ditebar dan dicampur tanah olahan. Untuk menghemat pemakaian pupuk kompos dapat juga dilakukan dengan jalan mengisi tiap-tiap lobang tanam di awal pertanaman sebanyak 0.5 – 1kg per tanaman. Pupuk sisipan selanjutnya dilakukan pada umur 2 – 3 bulan, 4 – 6 bulan, dan 8 – 10 bulan. Adapun dosis pupuk sisipan sebanyak 2 – 3 kg per tanaman. Pemberian pupuk kompos ini biasanya dilakukan setelah kegiatan penyiangan dan bersamaan dengan kegiatan pembubunan (Soetajie,S.1993).
3.1.8.4.2 Pemupukan Konvensional
Selain pupuk dasar (pada awal penanaman), tanaman jahe perlu diberi pupuk susulan kedua (pada saat tanaman berumur 2-4 bulan). Pupuk dasar yang digunakan adalah pupuk organik 15-20 ton/ha. Pemupukan tahap kedua digunakan pupuk kandang dan pupuk buatan (urea 20 gram/pohon; TSP 10 gram/pohon; dan ZK 10 gram/pohon), serta K2O (112 kg/ha) pada tanaman yang berumur 4 bulan. Pemupukan juga dilakukan dengan pupuk nitrogen (60 kg/ha), P2O5 (50 kg/ha), dan K2O (75 kg/ha). Pupuk P diberikan pada awal tanam, pupuk N dan K diberikan pada awal tanam (1/3 dosis) dan sisanya (2/3 dosis) diberikan pada saat tanaman berumur 2 bulan dan 4 bulan. Pupuk diberikan dengan ditebarkan secara merata di sekitar tanaman atau dalam bentuk alur dan ditanam di sela-sela tanaman.
3.1.8.5 Pengairan dan Penyiraman
Tanaman Jahe tidak memerlukan air yang terlalu banyak untuk pertumbuhannya, akan tetapi pada awal masa tanam diusahakan penanaman pada awal musim hujan sekitar bulan September.
3.1.8.6 Waktu Penyemprotan Pestisida
Penyemprotan pestisida sebaiknya dilakukan mulai dari saat penyimpanan bibit yang untuk disemai dan pada saat pemeliharaan. Penyemprotan pestisida pada fase pemeliharaan biasanya dicampur dengan pupuk organik cair atau vitamin-vitamin yang mendorong pertumbuhan jahe.

3.1.9 Hama dan Penyakit Tanaman Jahe
3.1.9.1 Hama Tanaman
Hama yang dijumpai pada tanaman jahe adalah kepik, menyerang daun tanaman hingga berlubang-lubang, ulat penggesek akar, menyerang akar tanaman jahe hingga menyebabkan tanaman jahe menjadi kering dan mati.


3.1.9.2 Penyakit Tanaman
Penyakit yang menyerang adalah penyakit layu bakeri, gejala dari penyakit layu bakteri yaitu mula-mula helaian daun bagian bawah melipat dan menggulung kemudian terjadi perubahan warna dari hijau menjadi kuning dan mengering. Kemudian tunas batang menjadi busuk dan akhirnya tanaman mati rebah. Bila diperhatikan, rimpang yang sakit itu berwarna gelap dan sedikit membusuk, kalau rimpang dipotong akan keluar lendir berwarna putih susu sampai kecoklatan. Penyakit ini menyerang tanaman jahe pada umur 3-4 bulan dan yang paling berpengaruh adalah faktor suhu udara yang dingin, genangan air dan kondisi tanah yang terlalu lembab.
Cara Pengendaliannya adalah karantina tanaman jahe yang terkena penyakit, pengendalian dengan pengolahan tanah yang baik, pengendalian fungisida dithane M-45 (0,25%), Bavistin (0,25%).
Penyakit busuk rimpang, penyakit ini dapat masuk ke bibit rimpang jahe melalui lukanya. Ia akan tumbuh dengan baik pada suhu udara 20-25 derajat C dan terus berkembang akhirnya menyebabkan rimpang menjadi busuk. Gejalanya yaitu daun bagian bawah yang berubah menjadi kuning lalu layu dan akhirnya tanaman mati. Pengendaliannya dengan penggunaan bibit yang sehat, penerapan pola tanam yang baik, penggunaan fungisida. Penyakit bercak daun, penyakit ini dapat menular dengan bantuan angin, akan masuk melalui luka maupun tanpa luka.
Gejalanya yaitu pada daun yang bercak-bercak berukuran 3-5 mm, selanjutnya bercakbercak itu berwarna abu-abu dan ditengahnya terdapat bintik-bintik berwarna hitam, sedangkan pinggirnya busuk basah. Tanaman yang terserang bisa mati.
Pengendaliannya baik tindakan pencegahan maupun penyemprotan penyakit bercak daun sama halnya dengan cara-cara yang dijelaskan di atas.

3.1.9.3 Gulma
Gulma potensial pada pertanaman jahe yaitu gulma kebun antara lain adalah rumput teki, alang-alang, ageratum, dan gulma berdaun lebar lainnya.
3.1.9.4 Pengendalian Hama/Penyakit Secara Organik
Dalam pertanian organik yang tidak menggunakan bahan-bahan kimia berbahaya melainkan dengan bahan-bahan yang ramah lingkungan biasanya dilakukan secara terpadu sejak awal pertanaman untuk menghindari serangan hama dan penyakit tersebut yang dikenal dengan PHT (Pengendalian Hama Terpadu) yang komponennya adalah sbb; (1) Mengusahakan pertumbuhan tanaman yang sehat yaitu memilih bibit unggul yang sehat bebas dari hama dan penyakit serta tahan terhadap serangan hama dari sejak awal pertanaman, (2) Memanfaatkan semaksimal mungkin musuh-musuh alami, (3) menggunakan varietas-varietas unggul yang tahan terhadap serangan hama dan penyakit, (4) menggunakan pengendalian fisik/mekanik yaitu dengan tenaga manusia, (5) menggunakan teknik-teknik budidaya yang baik misalnya budidaya tumpang sari dengan pemilihan tanaman yang saling menunjang, serta rotasi tanaman pada setiap masa tanamnya untuk memutuskan siklus penyebaran hama dan penyakit potensial, (6) penggunaan pestisida, insektisida, herbisida alami yang ramah lingkungan dan tidak menimbulkan residu toksik baik pada bahan tanaman yang dipanen ma maupun pada tanah. Disamping itu penggunaan bahan ini hanya dalam keadaan darurat berdasarkan aras kerusakan ekonomi yang diperoleh dari hasil pengamatan.
Beberapa tanaman yang dapat dimanfaatkan sebagai pestisida nabati dan digunakan dalam pengendalian hama antara lain adalah tembakau (Nicotiana tabacum) yang mengandung nikotin untuk insektisida kontak sebagai fumigan atau racun perut. Aplikasi untuk serangga kecil misalnya Aphids, Piretrum (Chrysanthemum cinerariaefolium) yang mengandung piretrin yang dapat digunakan sebagai insektisida sistemik yang menyerang urat syaraf pusat yang aplikasinya dengan semprotan. Aplikasi pada serangga seperti lalat rumah, nyamuk, kutu, hama gudang, dan lalat buah, tuba (Derris elliptica dan Derris malaccensis) yang mengandung rotenone untuk insektisida kontak yang diformulasikan dalam bentuk hembusan dan semprotan, neem tree atau mimba (Azadirachta indica) yang mengandung azadirachtin yang bekerjanya cukup selektif. Aplikasi racun ini terutama pada serangga penghisap seperti wereng dan serangga pengunyah seperti hama penggulung daun (Cnaphalocrocis medinalis). Bahan ini juga efektif untuk menanggulangi serangan virus RSV, GSV dan Tungro, bengkuang (Pachyrrhizus erosus) yang bijinya mengandung rotenoid yaitu pakhirizida yang dapat digunakan sebagai insektisida dan larvasida, jeringau (Acorus calamus) yang rimpangnya mengandung komponen utama asaron dan biasanya digunakan untuk racun serangga dan pembasmi cendawan, serta hama gudang Callosobrocus.
3.1.10 Panen Tanaman Jahe
3.1.10.1 Ciri dan Umur Panen
Pemanenan dilakukan tergantung dari penggunaan jahe itu sendiri. Bila kebutuhan untuk bumbu penyedap masakan, maka tanaman jahe sudah bisa ditanam pada umur kurang lebih 4 bulan dengan cara mematahkan sebagian rimpang dan sisanya dibiarkan sampai tua. Apabila jahe untuk dipasarkan maka jahe dipanen setelah cukup tua. Umur tanaman jahe yang sudah bisa dipanen antara 10-12 bulan, dengan ciri-ciri warna daun berubah dari hijau menjadi kuning dan batang semua mengering. Misal tanaman jahe gajah akan mengering pada umur 8 bulan dan akan berlangsung selama 15 hari atau lebih.
3.1.10.2  Cara Panen
Cara panen yang baik, tanah dibongkar dengan hati-hati menggunakan alat garpu atau cangkul, diusahakan jangan sampai rimpang jahe terluka. Selanjutnya tanah dan kotoran lainnya yang menempel pada rimpang dibersihkan dan bila perlu dicuci. Sesudah itu jahe dijemur di atas papan atau daun pisang kira-kira selama 1 minggu. Tempat penyimpanan harus terbuka, tidak lembab dan penumpukannya jangan terlalu tinggi melainkan agak disebar.
3.1.10.3 Periode Panen
Waktu panen sebaiknya dilakukan sebelum musim hujan, yaitu diantara bulan Juni – Agustus. Saat panen biasanya ditandai dengan mengeringnya bagian atas tanah. Namun demikian apabila tidak sempat dipanen pada musim kemarau tahun pertama ini sebaiknya dilakukan pada musim kemarau tahun berikutnya. Pemanenan pada musim hujan menyebabkan rusaknya rimpang dan menurunkan kualitas rimpang sehubungan dengan rendahnya bahan aktif karena lebih banyak kadar airnya.
3.1.10.4 Perkiraan Hasil Panen
Produksi rimpang segar untuk klon jahe gajah berkisar antara 15-25 ton/hektar, sedangkan untuk klon jahe emprit atau jahe sunti berkisar antara 10-15 ton/hektar.
3.1.11 Pasca Panen Tanaman Jahe
3.1.11.1 Penyortiran Basah dan Pencucian
Sortasi pada bahan segar dilakukan untuk memisahkan rimpang dari kotoran berupa tanah, sisa tanaman, dan gulma. Setelah selesai, timbang jumlah bahan hasil penyortiran dan tempatkan dalam wadah plastik untuk pencucian. Pencucian dilakukan dengan air bersih, jika perlu disemprot dengan air bertekanan tinggi. Amati air bilasannya dan jika masih terlihat kotor lakukan pembilasan sekali atau dua kali lagi. Hindari pencucian yang terlalu lama agar kualitas dan senyawa aktif yang terkandung didalam tidak larut dalam air. Pemakaian air sungai harus dihindari karena dikhawatirkan telah tercemar kotoran dan banyak mengandung bakteri/penyakit. Setelah pencucian selesai, tiriskan dalam tray/wadah yang belubang-lubang agar sisa air cucian yang tertinggal dapat dipisahkan, setelah itu tempatkan dalam wadah plastik/ember.
3.1.11.2 Perajangan
Jika perlu proses perajangan, lakukan dengan pisau stainless steel dan alasi bahan yang akan dirajang dengan talenan. Perajangan rimpang dilakukan melintang dengan ketebalan kira-kira 5 mm – 7 mm. Setelah perajangan, timbang hasilnya dan taruh dalam wadah plastik/ember. Perajangan dapat dilakukan secara manual atau dengan mesin pemotong.
3.1.11.3 Pengeringan
Pengeringan dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu dengan sinar matahari atau alat pemanas/oven. pengeringan rimpang dilakukan selama 3 - 5 hari, atau setelah kadar airnya dibawah 8%. pengeringan dengan sinar matahari dilakukan diatas tikar atau rangka pengering, pastikan rimpang tidak saling menumpuk. Selama pengeringan harus dibolak-balik kira-kira setiap 4 jam sekali agar pengeringan merata. Lindungi rimpang tersebut dari air, udara yang lembab dan dari bahan-bahan disekitarnya yang bisa mengkontaminasi. Pengeringan di dalam oven dilakukan pada suhu 50oC - 60oC. Rimpang yang akan dikeringkan ditaruh di atas tray oven dan pastikan bahwa rimpang tidak saling menumpuk. Setelah pengeringan, timbang jumlah rimpang yang dihasilkan.
3.1.11.4 Penyortiran Kering.
Selanjutnya lakukan sortasi kering pada bahan yang telah dikeringkan dengan cara memisahkan bahan-bahan dari benda-benda asing seperti kerikil, tanah atau kotoran-kotoran lain. Timbang jumlah rimpang hasil penyortiran ini (untuk menghitung rendemennya).

3.1.11.5 Pengemasan
Setelah bersih, rimpang yang kering dikumpulkan dalam wadah kantong plastik atau karung yang bersih dan kedap udara (belum pernah dipakai sebelumnya). Berikan label yang jelas pada wadah tersebut, yang menjelaskan nama bahan, bagian dari tanaman bahan itu, nomor/kode produksi, nama/alamat penghasil, berat bersih dan metode penyimpanannya.
3.1.11.6 Penyimpanan
Kondisi gudang harus dijaga agar tidak lembab dan suhu tidak melebihi 30oC dan gudang harus memiliki ventilasi baik dan lancar, tidak bocor, terhindar dari kontaminasi bahan lain yang menurunkan kualitas bahan yang bersangkutan, memiliki penerangan yang cukup (hindari dari sinar matahari langsung), serta bersih dan terbebas dari hama gudang.

3.2.1 Teknologi Budidaya Tanaman Lengkuas
Jika kita ingin membudidayakan lengkuas, juga tidak terlalu sulit. Pada dasarnya lengkuas menyukai tanah yang gembur, sedikit lembab tetapi tidak tergenang air. Agar pertumbuhannya bagus, sebaiknya tidak terkena sinar matahari langsung, itu akan membuatnya lebih sehat dan produktif. Untuk pembibitan, bisa menggunakan bijinya yang disemai, namun pada umumnya orang lebih senang menggunakan rimpang lengkuas sarana perbanyakan. Jika kita menggunakan rimpangnya sebagai sarana pembibitan, usahakan memilih yang rimpang yang tumbuh paling ujung dari tanaman lengkuas yang sudah cukup tua.

3.2.2 Cara Budidaya Tanaman Lengkuas Merah dan Lengkuas Putih
Untuk memperoleh hasil panen lengkuas yang memadai dan berkualitas tinggi, maka langkah dalam penanaman dan perawatan merupakan faktor penting untuk memenuhi harapan tersebut. Sebab, baik dalam budidaya menanam lengkuas merah dan lengkuas putih, pada dasarnya adalah sama. 
Berikut ini cara yang harus ditempuh untuk membudidaya tanaman lengkuas merah maupun lengkuas putih. Pastikan Anda membacanya hingga selesai supaya ilmu yang didapatkan pun tidak setengah-setengah. Tahap Pembibitan. Bibit berkualitas adalah bibit yang memenuhi syarat mutu genetik,mutu fisiologis (persentase tumbuhan yang tinggi),dan mutu fisik. Yang dimaksud dengan mutu fisik adalah bibit yang bebas hama dan penyakit. Oleh karena itu kriteria yang harus dipenuhi yaitu bahan bibit diambil langsung dari kebun, dipilih bahan bibit dari tanaman yang sudah tua (berumur 9-10 bulan) serta dipilih pula dari tanaman yang sehat dan kulit rimpang tidak terluka atau lecet.

3.2.3 Teknik Penyemaian Bibit Lengkuas Berkualitas
3.2.3.1 Penyemaian Pada Peti Kayu
Rimpang yang baru ditanam dijemur sementara (tidak sampai kering), kemudian disimpan sekitar 1-1,5 bulan. Patahkan rimpang tersebut dengan tangan dimana setiap potongan memiliki 3-5 mata tunas dan dijemur ulang selama 1 – 2 hari. Selanjutnya potong bakal bibit tersebut dikemas kedalam karung beranyaman jarang, lalu dicelupkan dalam larutan fungisida dan zat pengatur tubuh sekitar 1 menit kemudian keringkan. 
Setelah itu dimasukkan kedalam peti kayu. Lakukan cara penyemaian dalam peti kayu sebagai berikut: pada bagian dasar peti kayu diletakkan bakal bibit selapis, kemudian di bagian atasnya diberi abu gosok atau sekam padi, demikian seterusnya sehingga yang paling atas adalah abu gosok atau sekam padi tersebut. Setelah 2-4 minggu lagi, bibit tersebut sudah disemai.

3.2.3.2 Penyemaian pada bedengan
Caranya adalah membuat rumah penyemaian sederhana ukuran 10 x 8 m untuk menanam bibit satu ton. Di dalam rumah penyemaian tersebut dibuat bedengan dari tumpukan jerami setebal 10 cm. Rimpang bakal bibit disusun pada bedengan jerami lalu ditutup jerami, dan di atasnya diberi rimpang lalu diberi jerami pula, demikian seterusnya, sehingga didapatkan 4 susunan lapis rimpang dengan bagian atas berupa jerami. 
Perawatan bibit pada bedengan dapat dilakukan dengan penyiraman setiap hari dan sesekali disemprot dengan fungisida. Setelah 2 minggu, biasanya rimpang sudah bertunas. Bila bibit bertunas dipilih agar tidak terbawa bibit berkualitas rendah. Bibit hasil seleksi itu dipatah – patahkan dengan tangan dan setiap potongan memiliki 3 – 5 mata tunas dan beratnya 40 – 60 gram.

3.2.3.3 Penyiapan Bibit
Sebelum ditanam, bibit sebaiknya harus dibebaskan terlebih dahulu dari ancaman penyakit dengan cara bibit tersebut dimasukan kedalam karung dan dicelupkan ke dalam larutan fungisida sekitar 8 jam. Kemudian bibit di jemur 2-4 jam, barulah ditanam.

3.2.4 Pengolahan Media Tanam Tanaman Lengkuas
3.2.4.1 Persiapan Lahan Tanam
Untuk mendapatkan hasil panen yang optimal, maka ada persyaratan yang perlu diperhatikan jika tingkat keasaman tanah (pH) yang ada tidak sesuai dengan ke asaman tanah yang dibutuhkan tanaman maka harus ditambah atau dikurangi keasam dengan kapur.

3.2.4.2 Pembukaan lahan
Pengolahan tanah diawali dengan dibajak sedalam kurang lebih dari 30 cm dengan tujuan untuk mendapatkan kondisi tanah yang gembur atau remah dan membersihkan tanaman pengganggu. Setelah itu tanah dibiarkan selama 2 – 4 minggu agar gas – gas beracun menguap serta bibit penyakit dan hama akan mati terkena sinar matahari. Apabila pada pengolahan tanah pertama dirasakan belum juga gembur, maka dapat dilakukan pengolahan tanah yang kedua sekitar 2 – 3 minggu sebelum tanam dan sekaligus di berikan pupuk kandang dengan dosisi 1500 – 2500 kg/ hektar.

3.2.4.3 Pembuatan Bedengan
Pada daerah-daerah yang kondisi air tanahnya jelas dan sekaligus untuk mencegah terjadiya genangan air, sebaiknya tanah diolah menjadi bedengan-bedengan dengan ukuran tinggi 20-30cm, lebar 80-100cm, sedangkan panjangnya disesuaikan dengan kondisi lahan.

3.2.4.4 Pengapuran
Pada tanah dengan tingkat keasaman tanah (pH) rendah, sebagian besar unsur-unsur hara di dalamnya,terutama Fosfor (P) dan Kalsium (Ca) dalam keadaan tidak tersedia atau sulit diserap, kondisi tanah yang masam ini dapat menjadi media perkembangan beberapa cendawan penyebab penyakit layu fusarium yang disebabkan oleh organisme dari spesies Fusarium sp dan Pythium sp. Pengapuran juga berfungsi menambah unsur Kalium(K) yang sangat diperlukan tanaman untuk mengeraskan bagian tanaman yang berkayu,  merangsang bulu-bulu akar agar tumbuh optimal, mempertebal dinding sel buah dan merangsang pembentukan biji, maupun umbi. Derajat keasaman < 4 (paling asam) kebutuhan dolamit besar dari 10 ton/ha, derajat keasaman 5 (asam) : kebutuhan dolamit 5,5 ton/ha, derajat keasaman 6 (agak asam) : kebutuhan dolamit 0,8 ton/ha

3.2.5 Teknik penanaman Tanaman Lengkuas
3.2.5.1 Penentuan Pola Tanaman
Pembudidayaan lengkuas secara monokultur pada suatu daerah tertentu memang dinilai cukup rasional, karena mampu memberi produksi dan produksi tinggi namun di daerah, pembudidayaan tanaman secara monokultur kurang dapat diterima karena selalu menimbulkan kerugian.

3.2.5.2 Pembutan Lubang Tanam
Untuk menghindari pertumbuhan tanaman lengkuas yang jelek, karena kondisi air tanah yang buruk, sebaiknya tanah diolah menjadi bedengan – bedengan. Selanjutnya buat lubang – lubang kecil atau alur sedalam 3 – 7,5 cm untuk menanam bibit.


3.2.5.3 Cara Penanaman
Cara penanaman dilakukan dengan cara meletakan bibit rimpang secara rebah ke dalam lubang tanam atau alur yang sudah disiapkan.

3.2.5.4 Periode Tanam
Hal ini dimungkinkan karena tanaman mudah akan membutuhkan air cukup banyak untuk pertumbuhannya.

3.2.6 Pemeliharaan Tanaman Lengkuas
3.2.6.1 Penyulaman
Sekitar 2-3 minggu  setelah tanam, hendaknya diadakan pengecekan untuk melihat rimpang yang mati, rusak, atau layu karena akibat serangan hama dan penyakit tanaman. Bila demikian harus segera dilaksanakan penyulaman agar pertumbuhan bibit sulaman itu tidak jauh tertinggal dengan tanaman lain, maka sebaiknya dipilih bibit rimpang yang baik serta pemeliharaan yang benar.

3.2.6.2 Penyiangan
Penyiangan pertama dilakukan ketika tanaman berumur 2- 4 minggu kemudian dilanjutkan 3 – 6 minggu sekali. Tergantung pada kondisi tanaman pengganggu yang tumbuh (rumput liar, gulma). Namun setelah berumur 6 – 7 bulan, sebaiknya tidak perlu dilakukan penyiangan lagi, sebab pada umur tersebut rimpangnya mulai besar.

3.2.6.3 Pembubunan
Tanaman memerlukan tanah yang perederan udara dan air (sistem aerasi dalam tanah) dapat berjalan dengan baik, maka tanah harus di gemburkan. Di samping itu tujuan pembubunan untuk menimbun rimpang yang kadang – kadang ke atas permukaan tanah. Jika tanaman masih kondisi muda, maka tanahnya cukup dicangkul tipis di sekeliling rumpun dengan jarak kurang lebih 30 cm. Pada bulan berikutnya dapat diperdalam dan diperlebar setiap kali pembubunan akan berbentuk gubidan dan sekaligus terbentuk sistem perairan yang berfungsi untuk menyalurkan kelebihan air. Pertama kali dilakukan pembubunan pada waktu tanaman berbentuk rumpun yang terdiri atas 3 – 4 batang semu, umumnya pembubunan dilakukan 2 – 3 kali selama umur tanaman. Namun terkantung pada kondisi tanah dan banyaknya curah hujan.

3.2.7 Pemupukan Tanaman Lengkuas
3.2.7.1 Pemupukan Organic
Pada pertanian organik yang tidak menggunakan bahan kimia termasuk pupuk buatan dan obat pertanian, maka pemupukan secara organik yaitu dengan menggunakan pupuk kompos atau pupuk kandang di lakukan lebih sering dibanding kalau kita memggunakan pupuk buatan. Adapun pemberian pupuk kompos/kandang organik ini dilakukan pada awal pertanaman pada saat pembuatan guludan sebagai pupuk dasar yakni membutuhkan setidaknya 60 – 80 ton/ha yang ditebar dan di campurkan dengan tanah olahan.
Pemupukan konvensional, selain pupuk dasar (pada awal penanaman), tanaman perlu diberi pupuk susulan ke dua (pada saat tanaman berumur 2-4 bulan). Pupuk dasar yang digunakan adalah pupuk organik 15-20 ton/ha. Pemupukan tahap kedua digunakan pupuk kandang dan pupuk buatan (urea 20gram/pohon ; TSP 10 gram/pohon ; ZK 10 gram/pohon), serta K2O (112 kg/ha) pada tanaman yang berumur 2 bulan.

3.2.7.2 Pengairan, Penyiraman dan Penyemprotan Pestisida
Tanaman lengkuas tidak memerlukan air yang terlalu banyak untuk pertumbuhannya, akan tetapi pada awal masa tanaman diusahakan lakukan penyiraman.

3.2.7.3 Penyemprotan Pestisida Tanaman Lengkuas
Penyemprotan pestisida sebaiknya dilakukan mulai dari saat penyimpanan bibit yang untuk disemai dan pada saat pemeliharan. Biasanya dicampur dengan pupuk organik cair atau vitamin-vitamin yang mendorong percepatan pertumbuhan dan perkembangan tanaman lengkuas.

3.2.8 Panen dan kegiatan Pemasaran
Waktu kegiatan panen simplisis rimpang lengkuas ditandai dengan berakhirnya masa vegetatif seperti daun menunjukkan gejala kelayuan secara fisiologis. Pada keadaan ini rimpang telah berukuran optimal dan umur pemanenan lengkuas sebaiknya pada umur 2,5 - 4 bulan, karena pada umur tersebut umbi dalam keadaan baik dan disukai oleh konsumen di pasaran.
Pemanenan dilakukan dengan cara membongkar rimpang dengan garpu atau cangkul secara hati-hati agar tidak terluka atau rusak. Tanah yang menempel pada rimpang dibersihkan dengan cara dipukul pelan-pelan sehigga tanah terlepas.
Setelah pemanenan di ladang, kebun maka langkah berikutnya adalah mencuci rimpang lengkuas hingga bersih, lalu siap edar di pasaran. Di pasaran sendiri harga lengkuas sangat bervariasi dan dijual dengan harga eceran atau per kilogram. Harga rimpang lengkuas putih maupun lengkuas merah di pasar-pasar tradisional di kota Bandarlampung (Lampung), bisanya dijatuhkan harga Rp. 6.500/kg, tentu harga ini tidak sepenuhnya berlaku untuk daerah-daerah lain di Indonesia.

3.3.1 Teknologi Budidaaya Tanaman Kencur
Kencur (Kaempferia galangal L) sudah sejak lama dikenal dan ditanam di Indonesia. Tanaman ini diperkirakan berasal dari daerah Asia Tropika.Sebagian kalangan menduga bahwa asal usul kencur adalah kawasan Indo-Malaysia. Tetapi sumber literatur lainnya memastikan bahwa asal tanaman kencur adalah dari India.
Daerah penyebaran kencur meluas ke kawasan Asia Tenggara dan Cina.Dalam perkembangan selanjutnya, diketahui bahwa keluarga Zingiberaceae ini meliputi 47 genera dan 1.400 spesies yang tersebar luas di daerah tropik dan subtropik. Diantara sejumlah genera dan spesies tersebut, terdapat 13-17 jenis temu-temuan yang dipakai dalam obat tradisional. Kencur termasuk salah satu tanaman temu-temuan yang banyak digunakan sebagai bahan obat tradisional. Pusat pertanaman kencur masih terkonsenterasi di pulau Jawa, terutaman Jawa Tengah dan Jawa Timur. Salah satu daerah sentra kencur terbesar saat ini adalah Kabupaten Boyolali ( Jawa Tengah), yang pada tahun 1992 terdapat areal pertanaman kencur seluas 703 hektar dengan produksi 1.301 ton gelondong basah.4
Makin meluasnya daya guna dan fungsi guna tanaman kencur, maka menjadikan tanaman ini sangat potensial untuk dikembangkan dan dilestarikan pembudidayaannya. Selama ini pembudidayaan kencur masih terbatas sebagai usaha sampingan di lahan pekarangan dan kebun-kebun tanpa didukung oleh teknik budidaya yang intensif.

3.3.2 Syarat Tumbuh Tanaman Kencur
3.3.2.1 Iklim
Tinggi tempat Yng diperlukan yaitu 50 m – 1.000 m dpl dengan Intensitas cahaya   yang Sedikit terlindung dari sinar matahari lansung. Curah hujan berkisar antara  2.500 – 4.000 mm/ tahun.



3.3.2.2 Tanah     
Jenis tanah yang cocok yaitu Lempung berpasir serta lempung berliat. Struktur  Remah dan kaya humus.

3.3.3 Bercocok Tanam Tanaman Kencur
3.3.3.1 Pemilihan Bibit
Berasal dari pohon yang sudah tua, cara memperoleh bibit ada 2 cara yaitu lansung tanam, rimpang segar setelah dipotong-potong sepanjang 4 cm lansung ditanam dilapangan tanpa disimpan dulu serta ditunaskan dulu, rimpang setelah dipotong-potong 4 cm disimpan dalam gudang 1-2 minggu (sampai tunas bermunculan),  ruang tempat penyimpanan harus kering,  tidak panas dan tidak terlindung. Rimpang dihamparkan (tidak bertumpuk) di atas rak kayu atau bambu. bibit yang baik mempunyai 2-3 buah mata tunas. keperluan bibit sekitar 1-2 ton / hektar dengan jarak tanam sekitar  20 x 15 cm.

3.3.3.2 Penyiapan Lahan
Tanah dibersihkan dari rerumputan lalu dicangkul 2 (dua) kali dan dibuat bedengan sambil diberi pupuk kandang sebanyak 10 ton/hektar.

3.3.3.3 Penanaman
Penanaman pada awal musim hujan dengan Jarak tanam 20 X 15 Cm, kecuali untuk tumpang sari 60 X 40 Cm.  Cara penanaman dengan meletakan bibit dicelup / dipping pada larutan anti biotik agrimyoin, sterptomyoin.

3.3.4 Pemeliharaan Tanaman Kencur
Pada minggu ke 2– 4 setelah tanam atau tergantung keadaan. Penutupan tanah bisa denngan jerami atau ampas perasan tebu.

3.3.4.1 Pemupukan    
Pada saat tanaman sudah membentuk daun sempurna (akhir minggu ke 4) dipupuk dengan pupuk Urea 75 Kg, TSP 200 Kg dan KCl 100 Kg dan pada saat tanaman berumur 3 bulan dipupuk dengan Urea  sebanyak 75 Kg. Dilakukan disekitar rumput pada umur 3 bulan bersamaan dengan  pemupukan ke 2

3.3.5 Hama dan Penyakit Tanaman Kencur
    Hama pada tanaman kencur tidak banyak yang penting adalah penyakit  busuk umbi oleh bakteri Pseudomonas sp.

3.3.6 Panen Tanaman Kencur
3.3.6.1 Umur
Mulai dapat dipanen umur 6-8 bulan, dan dapat ditunda sampai musim berikutnya karena tidak akan ada efek buruk terhadap rimpang namun jika ditunda sampai musim berikutnya lagi kemungkinan rimpang akan membusuk dan kadar patinya menurun. Panen sebaiknya dilakukan dalam waktu yang singkat. Biasanya bila setelah cukup panen ditandai dengan daun menguning dan akhirnya gugur.

3.3.6.2 Cara Panen
Membongkar seluruh rimpang dengan cangkul, garpu atau alat lainnya. Mematahkan atau memotong rimpang bagian pinggir,  sisa  yang tertinggal dibiarkan tumbuh untuk musim tanam berikutnya.

3.4.1 Teknologi Budidaya Tanaman Temulawak
Temulawak merupakan tanaman obat berupa tumbuhan rumpun berbatang semu. Di daerah Jawa Barat temulawak disebut sebagai koneng gede sedangkan di Madura disebut sebagai temu lobak. Kawasan Indo-Malaysia merupakan tempat dari mana temulawak ini menyebar ke seluruh dunia. Saat ini tanaman ini selain di Asia Tenggara dapat ditemui pula di Cina, IndoCina, Bardabos, India, Jepang, Korea, di Amerika Serikat dan Beberapa Negara Eropa.

3.4.2  Uraian Tanaman Temulawak
Klasifikasi tanaman yaitu divisi spermatophyta, sub divisi angiospermae, kelas : monocotyledonae, ordo zingiberales, famili zingiberaceae, genus curcuma, spesies curcuma xanthorrhiza roxb.
Tanaman terna berbatang semu dengan tinggi hingga lebih dari 1m tetapi kurang dari 2m, berwarna hijau atau coklat gelap. Akar rimpang terbentuk dengan sempurna dan bercabang kuat, berwarna hijau gelap. Tiap batang mempunyai daun 2 – 9 helai dengan bentuk bundar memanjang sampai bangun lanset, warna daun hijau atau coklat keunguan terang sampai gelap, panjang daun 31 – 84cm dan lebar 10 – 18cm, panjang tangkai daun termasuk helaian 43 – 80cm. Perbungaan lateral, tangkai ramping dan sisik berbentuk garis, panjang tangkai 9 – 23cm dan lebar 4 – 6cm, berdaun pelindung banyak yang panjangnya melebihi atau sebanding dengan mahkota bunga. Kelopak bunga berwarna putih berbulu, panjang 8 – 13mm, mahkota bunga berbentuk tabung dengan panjang keseluruhan 4.5cm, helaian bunga berbentuk bundar memanjang berwarna putih dengan ujung yang berwarna merah dadu atau merah, panjang 1.25 – 2cm dan lebar 1cm.

3.4.3  Manfaat Tanaman Temulawak
 Di Indonesia satu-satunya bagian yang dimanfaatkan adalah rimpang temulawak untuk dibuat jamu godog. Rimpang ini mengandung 48-59,64 % zat tepung, 1,6-2,2 % kurkumin dan 1,48-1,63 % minyak asiri dan dipercaya dapat meningkatkan kerja ginjal serta anti inflamasi. Manfaat lain dari rimpang tanaman ini adalah sebagai obat jerawat, meningkatkan nafsu makan, anti kolesterol, anti inflamasi, anemia, anti oksidan, pencegah kanker, dan anti mikroba.

3.4.4 Sentra Penanaman Tanaman Temulawak
Tanaman ini ditanam secara konvensional dalam skala kecil tanpa memanfaatkan teknik budidaya yang standard, karena itu sulit menentukan dimana sentra penanaman temulawak di Indonesia. Hampir di setiap daerah pedesaan terutama di dataran sedang dan tinggi, dapat ditemukan temulawak terutama di lahan yang teduh.

3.4.5 Syarat Pertumbuhan Tanaman Temulawak
3.4.5.1 Iklim
Secara alami temulawak tumbuh dengan baik di lahan-lahan yang teduh dan terlindung dari teriknya sinar matahari. Di habitat alami rumpun tanaman ini tumbuh subur di bawah naungan pohon bambu atau jati. Namun demikian temulawak juga dapat dengan mudah ditemukan di tempat yang terik seperti tanah tegalan. Secara umum tanaman ini memiliki daya adaptasi yang tinggi terhadap berbagai cuaca di daerah beriklim tropis. Suhu udara yang baik untuk budidaya tanaman ini antara 19-30 oC. Tanaman ini memerlukan curah hujan tahunan antara 1.000-4.000 mm/tahun.

3.4.5.2 Media Tanam
Perakaran temulawak dapat beradaptasi dengan baik pada berbagai jenis tanah baik tanah berkapur, berpasir, agak berpasir maupun tanah-tanah berat yang berliat. Namun demikian untuk memproduksi rimpang yang optimal diperlukan tanah yang subur, gembur dan berdrainase baik. Dengan demikian pemupukan anorganik dan organik diperlukan untuk memberi unsur hara yang cukup dan menjaga struktur tanah agar tetap gembur. Tanah yang mengandung bahan organik diperlukan untuk menjaga agar tanah tidak mudah tergenang air.


3.4.5.3 Ketinggian Tempat
Temulawak dapat tumbuh pada ketinggian tempat 5-1.000 m/dpl dengan ketinggian tempat optimum adalah 750 m/dpl. Kandungan pati tertinggi di dalam rimpang diperoleh pada tanaman yang ditanam pada ketinggian 240 m/dpl. Temulawak yang ditanam di dataran tinggi menghasilkan rimpang yang hanya mengandung sedikit minyak atsiri. Tanaman ini lebih cocok dikembangkan di dataran sedang.

3.4.6  Pedoman Budidaya Tanaman Temulawak
3.4.6.1 Pembibitan
Perbanyakan tanaman temulawak dilakukan menggunakan rimpang-rimpangnya baik berupa rimpang induk (rimpang utama) maupun rimpang anakan (rimpang cabang). Keperluan rimpang induk adalah 1.500-2.000 kg/ha dan rimpang cabang sebanyak 500-700 kg/ha. Rimpang untuk bibit diambil dari tanaman tua yang sehat berumur 10 -12 bulan.

3.4.6.2 Penyiapan Bibit
Tanaman induk dibongkar dan bersihkan akar dan tanah yang menempel pada rimpang. Pisahkan rimpang induk dari rimpang anak.

3.4.6.3 Bibit Rimpang Induk
Rimpang induk dibelah menjadi empat bagian yang mengandung 2-3 mata tunas dan dijemur selama 3-4 jam selama 4-6 hari berturut-turut. Setelah itu rimpang dapat langsung ditanam.

3.4.6.4 Bibit Rimpang Anak
Simpan rimpang anak yang baru diambil di tempat lembab dan gelap selama 1-2 bulan sampai keluar tunas baru. Penyiapan bibit dapat pula dilakukan dengan menimbun rimpang di dalam tanah pada tempat teduh, meyiraminya dengan air bersih setiap pagi/sore hari sampai keluar tunas. Rimpang yang telah bertunas segera dipotong-potong menjadi potongan yang memiliki 2-3 mata tunas yang siap ditanam. Bibit yang berasal dari rimpang induk lebih baik daripada rimpang anakan. Sebaiknya bibit disiapkan sesaat sebelum tanam agar mutu bibit tidak berkurang akibat penyimpanan.

3.4.7 Pengolahan Media Tanam Tanaman Temulawak
3.4.7.1 Persiapan Lahan
Lokasi penanaman dapat berupa lahan tegalan, perkebunan atau pekarangan. Penyiapan lahan untuk kebun temulawak sebaiknya dilakukan 30 hari sebelum tanam.

3.4.7.2 Pembukaan Lahan
Lahan dibersihkan dari tanaman-tanaman lain dan gulma yang dapat mengganggu pertumbuhan kunyit. Lahan dicangkul sedalam 30 cm sampai tanah menjadi gembur.

3.4.7.3 Pembentukan Bedengan
Lahan dibuat bedengan selebar 120-200 cm, tinggi 30 cm dan jarak antar bedengan 30-40 cm. Selain dalam bentuk bedengan, lahan dapat juga dibentuk menjadi petakan-petakan agak luas yang dikelilingi parit pemasukkan dan pembuangan air, khususnya jika temulawak akan ditanam di musim hujan.

3.4.7.4 Pemupukan Organik (sebelum tanam)
Pupuk kandang matang dimasukkan ke dalam lubang tanam sebanyak 1-2 kg. Keperluan pupuk kandang untuk satu hektar kebun adalah 20-25 ton karena pada satu hektar lahan terdapat 20.000-25.000 tanaman.

3.4.8 Teknik Penanaman Tanaman Temulawak
3.4.8.1 Penentuan Pola Tanaman
Penanaman dilakukan secara monokultur dan lebih baik dilakukan pada awal musim hujan kecuali pada daerah yang memiliki pengairan sepanjang waktu. Fase awal pertumbuhan adalah saat dimana tanaman memerlukan banyak air.

3.4.8.2 Pembutan Lubang Tanam
Lubang tanam dibuat di atas bedengan/petakan dengan ukuran lubang 30 x 30 cm dengan kedalaman 60 cm. Jarak antara lubang adalah 60 x 60 cm.

3.4.8.3 Cara Penanaman
Satu bibit dimasukkan ke dalam lubang tanam dengan posisi mata tunas menghadap ke atas. Setelah itu bibit ditimbun dengan tanah sedalam 10 cm.

3.4.8.4 Perioda Tanam
Masa tanam temulawak yaitu pada awal musim hujan untuk masa panen musim kemarau mendatang. Penanaman pada di awal musim hujan ini memungkinkan untuk suplai air yang cukup bagi tanaman muda yang memang sangat membutuhkan air di awal pertumbuhannya.

3.4.9 Pemeliharaan Tanaman Temulawak
3.4.9.1 Penyulaman
Tanaman yang rusak/mati diganti oleh bibit yang sehat yang merupakan bibit cadangan.

3.4.9.2 Penyiangan
Penyiangan rumput liar dilakukan pagi/sore hari yang tumbuh di atas bedengan atau petak bertujuan untuk menghindari persaingan makanan dan air. Peyiangan pertama dan kedua dilakukan pada dua dan empat bulan setelah tanam (bersamaan dengan pemupukan). Selanjutnya penyiangan dapat dilakukan segera setelah rumput liar tumbuh. Untuk mencegah kerusakan akar, rumput liar disiangi dengan bantuan kored/cangkul dengan hati-hati.

3.4.9.3 Pembubunan
  Kegiatan pembubunan perlu dilakukan pada pertanaman rimpang-rimpangan untuk memberikan media tumbuh rimpang yang cukup baik. Pembubunan dilakukan dengan menimbun kembali area perakaran dengan tanah yang jatuh terbawa air. Pembubunan dilakukan secara rutin setelah dilakukan penyiangan.

3.4.9.4 Pemupukan
3.4.9.4.1 Pemupukan Organik
  Pada pertanian organic yang tidak menggunakan bahan kimia termasuk pupuk buatan dan obat-obatan, maka pemupukan secara organic yaitu dengan menggunakan pupuk kompos organic atau pupuk kandang dilakukan lebih sering disbanding kalau kita menggunakan pupuk buatan. Adapun pemberian pupuk kompos organic ini dilakukan pada awal pertanaman pada saat pembuatan guludan sebagai pupuk dasar sebanyak 60 – 80 ton per hektar yang ditebar dan dicampur tanah olahan. Untuk menghemat pemakaian pupuk kompos dapat juga dilakukan dengan jalan mengisi tiap-tiap lobang tanam di awal pertanaman sebanyak 0.5 – 1kg per tanaman. Pupuk sisipan selanjutnya dilakukan pada umur 2 – 3 bulan, 4 – 6 bulan, dan 8 – 10 bulan. Adapun dosis pupuk sisipan sebanyak 2 – 3 kg per tanaman. Pemberian pupuk kompos ini biasanya dilakukan setelah kegiatan penyiangan dan bersamaan dengan kegiatan pembubunan.

3.4.9.4.2 Pemupukan Konvensional
Pupuk dasar yang diberikan saat tanam adalah SP-36 sebanyak 100 kg/ha yang disebar di dalam larikan sedalam 5 cm di antara barisan tanaman atau dimasukkan ke dalam lubang sedalam 5 cm pada jarak 10 cm dari bibit yang baru ditanam. Larikan atau lubang pupuk kemudian ditutup dengan tanah. Sesaat setelah pemupukan tanaman langsung disiram untuk mencegah kekeringan tunas.
Pada waktu berumur dua bulan, tanaman dipupuk dengan pupuk kandang sebanyak 0,5 kg/tanaman (10-12,5 ton/ha), 95 kg/ha urea dan 85 kg/ha KCl. Pupuk diberikan kembali pada waktu umur tanaman mencapai empat bulan berupa urea dan KCl dengan dosis masing-masing 40 kg/ha. Pupuk diberikan dengan cara disebarkan merata di dalam larikan pada jarak 20 cm dari pangkal batang tanaman lalu ditutup dengan tanah.

3.4.9.4.3 Pengairan dan Penyiraman
Pengairan dilakukan secara rutin pada pagi/sore hari ketika tanaman masih berada pada masa pertumbuhan awal. Pengairan selanjutnya ditentukan oleh kondisi tanah dan iklim. Biasanya penyiraman akan lebih banyak dilakukan pada musim kemarau. Untuk menjaga pertumbuhan tetap baik, tanah tidak boleh berada dalam keadaan kering.

3.4.9.4.4 Pemulsaan
Sedapat mungkin pemulsaan dengan jerami dilakukan diawal tanam untuk menghindari kekeringan tanah, kerusakan struktur tanah (menjadi tidak gembur/padat) dan mencegah tumbuhnya gulma secara berlebihan. Jerami dihamparkan merata menutupi permukaan tanah di antara lubang tanaman.

3.4.10  Hama dan Penyakit Tanaman Temulawak
3.4.10.1 Hama
Hama temulawak adalah ulat jengkal (chrysodeixis chalcites esp.), ulat tanah (agrotis ypsilon hufn.) dan lalat rimpang (mimegrala coerulenfrons macquart).
pengendaliannya dengan cara penyemprotan insektisida kiltop 500 ec atau dimilin 25 wp dengan konsentrasi 0.1-0.2 %.

3.4.10.2 Penyakit
Jamur Fusarium, Penyebabnya adalah F. oxysporum Schlecht dan Phytium sp. serta bakteri Pseudomonas sp. Berpotensi untuk menyerang perakaran dan rimpang temulawak baik di kebun atau setelah panen.
Gejalanya fusarium menyebabakan busuk akar rimpang dengan gejala daum menguning, layu, pucuk mengering dan tanaman mati. Akar rimpang menjadi keriput dan berwarna kehitam-hitaman dan bagian tengahnya membusuk. Jamur Phytium menyebabkan daun menguning, pangkal batang dan rimpang busuk, berubah warna menjadi coklat dan akhirnya keseluruhan tanaman menjadi busuk.
Pengendaliannya dengan cara melakukan pergiliran tanaman yaitu setelah panen tidak menanam tanaman yang berasal dari keluarga Zingiberaceae. Fungisida yang dapat dipakai adalah Dimazeb 80 WP atau Dithane M-45 80 WP dengan konsentrasi 0.1 - 0.2 %.

3.4.11 Panen Tanaman Temulawak
3.4.11.1 Ciri dan Umur Panen
Rimpang dipanen dari tanaman yang telah berumur 9-10 bulan. Tanaman yang siap panen memiliki daun-daun dan bagian tanaman yang telah menguning dan mengering, memiliki rimpang besar dan berwarna kuning kecoklatan.

3.4.11.2 Periode Panen
Panen dilakukan pada akhir masa pertumbuhan tanaman yaitu pada musim kemarau. Saat panen biasanya ditandai dengan mengeringnya bagian atas tanah. Namun demikian apabila tidak sempat dipanen pada musim kemarau tahun pertama ini sebaiknya dilakukan pada musim kemarau tahun berikutnya. Pemanenan pada musim hujan menyebabkan rusaknya rimpang dan menurunkan kualitas rimpang sehubungan dengan rendahnya bahan aktif karena lebih banyak kadar airnya. Tanaman yang sehat dan terpelihara menghasilkan rimpang segar sebanyak 10-20 ton/hektar.

3.4.12 Pascapanen Tanaman Temulawak
3.4.12.1 Penyortiran Basah dan Pencucian
Sortasi pada bahan segar dilakukan untuk memisahkan rimpang dari kotoran berupa tanah, sisa tanaman, dan gulma. Setelah selesai, timbang jumlah bahan hasil penyortiran dan tempatkan dalam wadah plastik untuk pencucian. Pencucian dilakukan dengan air bersih, jika perlu disemprot dengan air bertekanan tinggi. Amati air bilasannya dan jika masih terlihat kotor lakukan pembilasan sekali atau dua kali lagi. Hindari pencucian yang terlalu lama agar kualitas dan senyawa aktif yang terkandung didalam tidak larut dalam air. Pemakaian air sungai harus dihindari karena dikhawatirkan telah tercemar kotoran dan banyak mengandung bakteri/penyakit. Setelah pencucian selesai, tiriskan dalam tray/wadah yang belubang-lubang agar sisa air cucian yang tertinggal dapat dipisahkan, setelah itu tempatkan dalam wadah plastik/ember.

3.4.12.2 Perajangan
Jika perlu proses perajangan, lakukan dengan pisau stainless steel dan alasi bahan yang akan dirajang dengan talenan. Perajangan rimpang dilakukan melintang dengan ketebalan kira-kira 5 mm – 7 mm. Setelah perajangan, timbang hasilnya dan taruh dalam wadah plastik/ember. Perajangan dapat dilakukan secara manual atau dengan mesin pemotong.

3.4.12.3 Pengeringan
Pengeringan dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu dengan sinar matahari atau alat pemanas/oven. pengeringan rimpang dilakukan selama 3 - 5 hari, atau setelah kadar airnya dibawah 8%. pengeringan dengan sinar matahari dilakukan diatas tikar atau rangka pengering, pastikan rimpang tidak saling menumpuk. Selama pengeringan harus dibolak-balik kira-kira setiap 4 jam sekali agar pengeringan merata. Lindungi rimpang tersebut dari air, udara yang lembab dan dari bahan-bahan disekitarnya yang bisa mengkontaminasi. Pengeringan di dalam oven dilakukan pada suhu 50oC - 60oC. Rimpang yang akan dikeringkan ditaruh di atas tray oven dan pastikan bahwa rimpang tidak saling menumpuk. Setelah pengeringan, timbang jumlah rimpang yang dihasilkan

3.4.12.4 Penyortiran Kering
Selanjutnya lakukan sortasi kering pada bahan yang telah dikeringkan dengan cara memisahkan bahan-bahan dari benda-benda asing seperti kerikil, tanah atau kotoran-kotoran lain. Timbang jumlah rimpang hasil penyortiran ini (untuk menghitung rendemennya).

3.4.12.5 Pengemasan
Setelah bersih, rimpang yang kering dikumpulkan dalam wadah kantong plastik atau karung yang bersih dan kedap udara (belum pernah dipakai sebelumnya). Berikan label yang jelas pada wadah tersebut, yang menjelaskan nama bahan, bagian dari tanaman bahan itu, nomor/kode produksi, nama/alamat penghasil, berat bersih dan metode penyimpanannya.

3.4.12.6  Penyimpanan
Kondisi gudang harus dijaga agar tidak lembab dan suhu tidak melebihi 30oC dan gudang harus memiliki ventilasi baik dan lancar, tidak bocor, terhindar dari kontaminasi bahan lain yang menurunkan kualitas bahan yang bersangkutan, memiliki penerangan yang cukup (hindari dari sinar matahari langsung), serta bersih dan terbebas dari hama gudang.

3.5.1 Teknologi Budidaya Tanaman Kunyit
Tanaman kunyit tumbuh bercabang dengan tinggi 40-100 cm. Batang merupakan batang semu, tegak, bulat, membentuk rimpang dengan warna hijau kekuningan dan tersusun dari pelepah daun (agak lunak). Daun tunggal, bentuk bulat telur (lanset) memanjang hingga 10-40 cm, lebar 8-12,5 cm dan pertulangan menyirip dengan warna hijau pucat. Berbunga majemuk yang berambut dan bersisik dari pucuk batang semu, panjang 10-15 cm dengan mahkota sekitar 3 cm dan lebar 1,5 cm, berwarna putih/kekuningan. Ujung dan pangkal daun runcing, tepi daun yang rata. Kulit luar rimpang berwarna jingga kecoklatan, daging buah merah jingga kekuning-kuningan.

3.5.2 Jenis Tanaman Tanaman Kunyit
Jenis Curcuma domestica Val, C. domestica Rumph, C. longa Auct, u C. longa Linn, Amomum curcuma Murs. Ini merupakan jenis kunyit yang paling terkenal dari jenis kunyit lainnya.

 

3.5.3 Manfaat Tanaman Tanaman Kunyit

Di daerah Jawa, kunyit banyak digunakan sebagai ramuan jamu karena berkhasiat menyejukkan, membersihkan, mengeringkan, menghilangkan gatal, dan menyembuhkan kesemutan. Manfaat utama tanaman kunyit, yaitu: sebagai bahan obat tradisional, bahan baku industri jamu dan kosmetik, bahan bumbu masak, peternakan dll. Disamping itu rimpang tanaman kunyit itu juga bermanfaat sebagai anti inflamasi, anti oksidan, anti mikroba, pencegah kanker, anti tumor, dan menurunkan kadar lemak darah dan kolesterol, serta sebagai pembersih darah.

 

3.5.4 Sentra Penanaman Tanaman Kunyit

Di Indonesia, sentra penanaman kunyit di Jawa Tengah, dengan produksi mencapai 12.323 kg/ha. Di India, Srilanka, Cina, Haiti, dan Jamaika dengan produksi mencapai > 15 ton/ha.

 

3.5.5 Syarat Pertumbuhan Tanaman Kunyit

3.5.5.1 Iklim

Tanaman kunyit dapat tumbuh baik pada daerah yang memiliki intensitas cahaya penuh atau sedang, sehingga tanaman ini sangat baik hidup pada tempat-tempat terbuka atau sedikit naungan.
Pertumbuhan terbaik dicapai pada daerah yang memiliki curah hujan 1000-4000 mm/tahun. Bila ditanam di daerah curah hujan < 1000 mm/tahun, maka system pengairan harus diusahakan cukup dan tertata baik. Tanaman ini dapat dibudidayakan sepanjang tahun. Pertumbuhan yang paling baik adalah pada penanaman awal musim hujan. Suhu udara yang optimum bagi tanaman ini antara 19-30 oC.

 

3.5.5.2 Media Tanam

Kunyit tumbuh subur pada tanah gembur, pada tanah yang dicangkul dengan baik akan menghasilkan umbi yang berlimpah. Jenis tanah yang diinginkan adalah tanah ringan dengan bahan organik tinggi, tanah lempung berpasir yang terbebas dari genangan air/sedikit basa.

 

3.5.5.3 Ketinggian Tempat

Kunyit tumbuh baik di dataran rendah (mulai < 240 m dpl) sampai dataran tinggi (> 2000 m dpl). Produksi optimal + 12 ton/ha dicapai pada ketinggian 45 m dpl.

3.5.6 Pedoman Budidaya Tanaman Kunyit

3.5.6.1 Persyaratan Bibit

Bibit kunyit yang baik berasal dari pemecahan rimpang, karena lebih mudah tumbuh. Syarat bibit yang baik : berasal dari tanaman yang tumbuh subur, segar, sehat, berdaun banyak dan hijau, kokoh, terhindar dari serangan penyakit; cukup umur/berasal dari rimpang yang telah berumur > 7-12 bulan; bentuk, ukuran, dan warna seragam; memiliki kadar air cukup; benih telah mengalami masa istirahat (dormansi) cukup; terhindar dari bahan asing (biji tanaman lain, kulit, kerikil).

3.5.6.2 Penyiapan Bibit
Rimpang bahan bibit dipotong agar diperoleh ukuran dan dengan berat yang seragam serta untuk memperkirakan banyaknya mata tunas/rimpang. Bekas potongan ditutup dengan abu dapur/sekam atau merendam rimpang yang dipotong dengan larutan fungisida (benlate dan agrymicin) guna menghindari tumbuhnya jamur. Tiap potongan rimpang maksimum memiliki 1-3 mata tunas, dengan berat antara 20-30 gram dan panjang 3-7 cm.

3.5.6.3 Teknik Penyemaian Bibit
Pertumbuhan tunas rimpang kunyit dapat dirangsang dengan cara: mengangin-anginkan rimpang di tempat teduh atau lembab selama 1-1,5 bulan, dengan penyiraman 2 kali sehari (pagi dan sore hari). Bibit tumbuh baik bila disimpan dalam suhu kamar (25-28 oC). Selain itu menempatkan rimpang diantara jerami pada suhu udara sekitar 25-28 oC. dan merendam bibit pada larutan ZPT (zat pengatur tumbuh) selama 3 jam. ZPT yang sering digunakan adalah larutan atonik (1 cc/1,5 liter air) dan larutan G-3 (500-700 ppm). Rimpang yang akan direndam larutan ZPT harus dikeringkan dahulu selama 42 jam pada suhu udara 35 oC. Jumlah anakan atau berat rimpang dapat ditingkatkan dengan jalan direndam pada larutan pakloburazol sebanyak 250 ppm.

3.5.6.4 Pemindahan Bibit
Bibit yang telah siap lalu ditempatkan pada persemaian, dimana rimpang akan muncul tunas telah tanaman berumur 1-1,5 bulan. Setelah tunas tumbuh 2-3 cm maka rimpang sudah dapat ditanam di lahan. Pemindahan bibit yang telah bertunas harus dilakukan secara hati-hati guna menghindari agar tunas yang telah tumbuh tidak rusak. Bila ada tunas/akar bibit yang saling terkait maka akar tersebut dipisahkan dengan hati-hati lalu letakkan bibit dalam wadah tertentu untuk memudahkan pengangkutan bibit ke lokasi lahan. Jika jarak antara tempat pembibitan dengan lahan jauh maka bibit perlu dilindungi agar tetap lembab dan segar ketika tiba di lokasi. Selama pengangkutan, bibit yang telah bertunas jangan ditumpuk.

3.5.7 Pengolahan Media Tanam Tanaman Kunyit
3.5.7.1 Persiapan Lahan
Lokasi penanaman dapat berupa lahan tegalan, perkebunan atau pekarangan. Penyiapan lahan untuk kebun kunyit sebaiknya dilakukan 30 hari sebelum tanam.

3.5.7.2 Pembukaan Lahan
Lahan yang akan ditanami dibersihkan dari gulma dan dicangkul secara manual atau menggunakan alat mekanik guna menggemburkan lapisan top soil dan sub soil juga sekaligus mengembalikan kesuburan tanah. Tanah dicangkul pada kedalaman 20-30 cm kemudian diistirahatkan selama 1-2 minggu agar gas-gas beracun yang ada dalam tanah menguap dan bibit penyakit/hama yang ada mati karena terkena sinar matahari.

3.5.7.3 Pembentukan Bedengan
Lahan kemudian dibedeng dengan lebar 60-100 cm dan tinggi 25-45 cm dengan jarak antar bedengan 30-50 cm.

3.5.7.4 Pemupukan (sebelum tanam)
Untuk mempertahankan kegemburan tanah, meningkatkan unsur hara dalam tanah, drainase, dan aerasi yang lancar, dilakukan dengan menaburkan pupuk dasar (pupuk kandang) ke dalam lahan/dalam lubang tanam dan dibiarkan 1 minggu. Tiap lubang tanam membutuhkan pupuk kandang 2,5-3 kg.

3.5.8 Teknik Penanaman
Kebutuhan bibit kunyit/hektar lahan adalah 0,50-0,65 ton. Maka diharapkan akan diperoleh produksi rimpang sebesar 20-30 ton/ha.

3.5.8.1 Penentuan Pola Tanaman
Bibit kunyit yang telah disiapkan kemudian ditanam ke dalam lubang berukuran 5-10 cm dengan arah mata tunas menghadap ke atas. Tanaman kunyit ditanam dengan dua pola, yaitu penanaman di awal musim hujan dengan pemanenan di awal musim kemarau (7-8 bulan) atau penanaman di awal musim hujan dan pemanenan dilakukan dengan dua kali musim kemarau (12-18 bulan). Kedua pola tersebut dilakukan pada masa tanam yang sama, yaitu pada awal musim penghujan. Perbedaannya hanya terletak pada masa panennya.

3.5.8.2 Pembutan Lubang Tanam
Lubang tanam dibuat di atas bedengan/petakan dengan ukuran lubang 30 x 30 cm dengan kedalaman 60 cm. Jarak antara lubang adalah 60 x 60 cm.

3.5.8.3 Cara Penanaman
Teknik penanaman dengan perlakuan stek rimpang dalam nitro aromatik sebanyak 1 ml/liter pada media yang diberi mulsa ternyata berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan dan vegetatif kunyit, sedangkan penggunaan zat pengatur tumbuh IBA (indolebutyric acid) sebanyak 200 mg/liter pada media yang sama berpengaruh nyata terhadap pembentukan rimpang kunyit.

3.5.8.4 Perioda Tanam
Masa tanam kunyit yaitu pada awal musim hujan sama seperti tanaman rimpang-rimpangan lainnya. Hal ini dimungkinkan karena tanaman muda akan membutuhkan air cukup banyak untuk pertumbuhannya. Walaupun rimpang tanaman ini nantinya dipanen muda yaitu 7 – 8 bulan tetapi pertanaman selanjutnya tetap diusahakan awal musim hujan.

3.5.9 Pemeliharaan Tanaman Kunyit
3.5.9.1 Penyulaman
Apabila ada rimpang kunyit yang tidak tumbuh atau pertumbuhannya buruk, maka dilakukan penanaman susulan (penyulaman) rimpang lain yang masih segar dan sehat.

3.5.9.2 Penyiangan
Penyiangan dan pembubunan perlu dilakukan untuk menghilangkan rumput liar (gulma) yang mengganggu penyerapan air, unsur hara dan mengganggu perkembangan tanaman. Kegiatan ini dilakukan 3-5 kali bersamaan dengan pemupukan dan penggemburan tanah. Penyiangan pertama dilakukan pada saat tanaman berumur ½ bulan dan bersamaan dengan ini maka dilakukan pembubunan guna merangsang rimpang agar tumbuh besar dan tanah tetap gembur.

3.5.9.3 Pembubunan
Seperti halnya tanaman rimpang lainnya, pada kunyit pekerjaan pembubunan ini diperlukan untuk menimbun kembali daerah perakaran dengan tanah yang melorot terbawa air. Pembubunan bermanfaat untuk memberikan kondisi media sekitar perakaran lebih baik sehingga rimpang akan tumbuh subur dan bercabang banyak. Pembubunan biasanya dilakukan setelah kegiatan penyiangan dan biasanya dilakukan secara rutin setiap 3 – 4 bulan sekali.





3.5.9.4 Pemupukan
3.5.9.4.1 Pemupukan Organik
Penggunaan pupuk kandang dapat meningkatkan jumlah anakan, jumlah daun, dan luas area daun kunyit secara nyata. Kombinasi pupuk kandang sebanyak 45 ton/ha dengan populasi kunyit 160.000/ha menghasilkan produksi sebanyak 29,93 ton/ha.

3.5.9.4.2 Pemupukan Konvensional
Selain pupuk dasar (pada awal penanaman), tanaman kunyit perlu diberi pupuk susulan kedua (pada saat tanaman berumur 2-4 bulan). Pupuk dasar yang digunakan adalah pupuk organik 15-20 ton/ha. Pemupukan tahap kedua digunakan pupuk kandang dan pupuk buatan (urea 20 gram/pohon; TSP 10 gram/pohon; dan ZK 10 gram/pohon), serta K2O (112 kg/ha) pada tanaman yang berumur 4 bulan. Dengan pemberian pupuk ini diperoleh peningkatan hasil sebanyak 38% atau 7,5 ton rimpang segar/ha. Pemupukan juga dilakukan dengan pupuk nitrogen (60 kg/ha), P2O5 (50 kg/ha), dan K2O (75 kg/ha). Pupuk P diberikan pada awal tanam, pupuk N dan K diberikan pada awal tanam (1/3 dosis) dan sisanya (2/3 dosis) diberikan pada saat tanaman berumur 2 bulan dan 4 bulan. Pupuk diberikan dengan ditebarkan secara merata di sekitar tanaman atau dalam bentuk alur dan ditanam di sela-sela tanaman.

3.5.9.5 Pengairan dan Penyiraman
Tanaman kunyit termasuk tanaman tidak tahan air. Oleh sebab itu drainase dan pengaturan pengairan perlu dilakukan secermat mungkin, agar tanaman terbebas dari genangan air sehingga rimpang tidak membusuk. Perbaikan drainase baik untuk melancarkan dan mengatur aliran air serta sebagai penyimpan air di saat musim kemarau.

3.5.9.6 Pemulsaan
Sedapat mungkin pemulsaan dengan jerami dilakukan diawal tanam untuk menghindari kekeringan tanah, kerusakan struktur tanah (menjadi tidak gembur/padat) dan mencegah tumbuhnya gulma secara berlebihan. Jerami dihamparkan merata menutupi permukaan tanah di antara lubang tanaman.



3.5.10 Hama dan Penyakit Tanaman Kunyit
3.5.10.1 Hama
Ulat penggerek akar (Dichcrosis puntifera.) Gejalanya pada pangkal akar dimana tunas daun menjadi layu dan lama kelamaan tunas menjadi kering lalu membusuk. 
Pengendaliannya dengan cara tanaman disemprot/ditaburkan insektisida furadan G-3.

3.5.10.2 Penyakit
Busuk bakteri rimpang Penyebabnya oleh kurang baik sistem pengairan (drainase) atau disebabkan oleh rimpang yang terluka akibat alat-alat pertanian, sehingga luka rimpang kemasukan cendawan. 
Gejalanya kulit akar tanaman menjadi keriput dan mengelupas, kemudian rimpang lama kelamaan membusuk dan keropos. 
Pengendaliannya dengan cara mencegah terjadi genangan air pada lahan, mencegah terlukanya rimpang dan penyemprotan fungisida dithane M-45.

3.5.11 Panen Tanaman Kunyit
3.5.11.1 Ciri dan Umur Panen
Tanaman kunyit siap dipanen pada umur 8-18 bulan, saat panen yang terbaik adalah pada umur tanaman 11-12 bulan, yaitu pada saat gugurnya daun kedua. Saat itu produksi yang diperoleh lebih besar dan lebih banyak bila dibandingkan dengan masa panen pada umur kunyit 7-8 bulan. Ciri-ciri tanaman kunyit yang siap panen ditandai dengan berakhirnya pertumbuhan vegetatif, seperti terjadi kelayuan/perubahan warna daun dan batang yang semula hijau berubah menjadi kuning (tanaman kelihatan mati).

3.5.11.2 Cara Panen
Pemanenan dilakukan dengan cara membongkar rimpang dengan cangkul/garpu. Sebelum dibongkar, batang dan daun dibuang terlebih dahulu. Selanjutnya rimpang yang telah dibongkar dipisahkan dari tanah yang melekat lalu dimasukkan dalam karung agar tidak rusak.

3.5.11.3 Periode Panen
Panen kunyit dilakukan dimusim kemarau karena pada saat itu sari/zat yang terkandung didalamnya mengumpul. Selain itu kandungan air dalam rimpang sudah sedikit sehingga memudahkan proses pengeringannya.

3.5.11.4 Perkiraan Hasil Panen
Berat basah rimpang bersih/rumpun yang diperoleh dari hasil panen mencapai 0,71 kg. Produksi rimpang segar/ha biasanya antara 20-30 ton.

3.5.12 Pascapanen Tanaman Kunyit
3.5.12.1 Penyortiran Basah dan Pencucian
Sortasi pada bahan segar dilakukan untuk memisahkan rimpang dari kotoran berupa tanah, sisa tanaman, dan gulma. Setelah selesai, timbang jumlah bahan hasil penyortiran dan tempatkan dalam wadah plastik untuk pencucian. 
Pencucian dilakukan dengan air bersih, jika perlu disemprot dengan air bertekanan tinggi. Amati air bilasannya dan jika masih terlihat kotor lakukan pembilasan sekali atau dua kali lagi. Hindari pencucian yang terlalu lama agar kualitas dan senyawa aktif yang terkandung didalam tidak larut dalam air. Pemakaian air sungai harus dihindari karena dikhawatirkan telah tercemar kotoran dan banyak mengandung bakteri/penyakit. Setelah pencucian selesai, tiriskan dalam tray/wadah yang belubang-lubang agar sisa air cucian yang tertinggal dapat dipisahkan, setelah itu tempatkan dalam wadah plastik/ember.

 

3.5.12.2 Perajangan 

Jika perlu proses perajangan, lakukan dengan pisau stainless steel dan alasi bahan yang akan dirajang dengan talenan. Perajangan rimpang dilakukan melintang dengan ketebalan kira-kira 5 mm – 7 mm. Setelah perajangan, timbang hasilnya dan taruh dalam wadah plastik/ember. Perajangan dapat dilakukan secara manual atau dengan mesin pemotong.

3.5.12.3 Pengeringan 
Pengeringan dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu dengan sinar matahari atau alat pemanas/oven. pengeringan rimpang dilakukan selama 3 - 5 hari, atau setelah kadar airnya dibawah 8%. pengeringan dengan sinar matahari dilakukan diatas tikar atau rangka pengering, pastikan rimpang tidak saling menumpuk. Selama pengeringan harus dibolak-balik kira-kira setiap 4 jam sekali agar pengeringan merata. Lindungi rimpang tersebut dari air, udara yang lembab dan dari bahan-bahan disekitarnya yang bisa mengkontaminasi. Pengeringan di dalam oven dilakukan pada suhu 50oC - 60oC. Rimpang yang akan dikeringkan ditaruh di atas tray oven dan pastikan bahwa rimpang tidak saling menumpuk. Setelah pengeringan, timbang jumlah rimpang yang dihasilkan 

3.5.12.4 Penyortiran Kering
Selanjutnya lakukan sortasi kering pada bahan yang telah dikeringkan dengan cara memisahkan bahan-bahan dari benda-benda asing seperti kerikil, tanah atau kotoran-kotoran lain. Timbang jumlah rimpang hasil penyortiran ini (untuk menghitung rendemennya).

 

3.5.12.5 Penyimpanan

Kondisi gudang harus dijaga agar tidak lembab dan suhu tidak melebihi 30oC dan gudang harus memiliki ventilasi baik dan lancar, tidak bocor, terhindar dari kontaminasi bahan lain yang menurunkan kualitas bahan yang bersangkutan, memiliki penerangan yang cukup (hindari dari sinar matahari langsung), serta bersih dan terbebas dari hama gudang. 






















BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Jahe merupakan tanaman obat berupa tumbuhan rumpun berbatang semu. Jahe berasal dari Asia Pasifik yang tersebar dari India sampai Cina. Oleh karena itu kedua bangsa ini disebut-sebut sebagai bangsa yang pertama kali memanfaatkan jahe terutama sebagai bahan minuman, bumbu masak dan obat-obatan tradisional. Jahe termasuk dalam suku temu-temuan (Zingiberaceae), se-famili dengan temu-temuan lainnya seperti temu lawak (Cucuma xanthorrizha), temu hitam (Curcuma aeruginosa), kunyit (Curcuma domestica), kencur (Kaempferia galanga), lengkuas (Languas galanga) dan lain-lain. Nama daerah jahe antara lain halia (Aceh), beeuing (Gayo), bahing (Batak Karo), sipodeh (Minangkabau), jahi (Lampung), jahe (Sunda), jae (Jawa dan Bali), jhai (Madura), melito (Gorontalo), geraka (Ternate), dsb (Santoso,Hieronimus Budi .1998). Setiap tanaman mempunyai syarat pertumbuhan dan perlakuan pemupukan yang berbeda seusai dengan jenis dan pertumbuhan tanaman yang dibudidayakan.

4.2 Saran
Dalam melakukan teknologi budidaya tanaman biofarmata ini harus memperhatikan syarat pertumbuhan, pemupukan, kondisi media tanamnya, serta kondisi bibitnya  yang bagus sehingga dalam melakukan teknologi budidaya tanaman biofarmata ini didapatkan hasil yang maksimal dengan meperhatikan pemilihan bibit yang tepat serta perlakuan pemupukan yang sesuai terutama secara cukup dan seimbang.



\







DAFTAR PUSTAKA
Soetajie,S.1993.  Budidaya jahe. Sari Ilmu. Yogyakarta
Sumarno,M. 1991. Jahe. Guna Dharma Karya. Bandung.
Ngalim, puwanto. 2000. Tanaman obat. Bandung : Rosda Karya
Huharsimi, arikunto. 2002. Evolusi pendidikan. Yogyakarta: Bina Aksara
Santoso,Hieronimus Budi .1998. Tanaman Obat Keluarga.Yogyakarta:Teknologi Tepat Guna
Mahendra. B. 2005. 13 Jenis Tanaman Obat Ampuh. Penebar Swadaya. Jakarta.
Bangun. A. 2012. Ensiklopedia Tanaman Obat Indonesia. Penerbit IPH. Bandung.
Yatin. W. 2003. Kamus Biologi. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta
Siwabessy. R. 2009. Tinjauan Tentang Persepsi Masyarakat Mengenai Cara Pemanfaatan Dan Pengolahan Tanaman Obat 



Tidak ada komentar:

Posting Komentar